Wednesday, June 29, 2011

Katika

 Pada dasarnya, masyarakat tradisional Karo adalah masyarakat yang agraris. Agraris dalam artian, segala aktifitas sosialnya berkaitan dengan kehidupan bertani (mata pencarian mayoritas masyarakat Karo adalah bertani), sehingga untuk mencapai kesejahtraannya dibutuhkan keuletan dalam mengelola tanah sebagai media dasar dalam kegiatan bertani.

Dalam perjalanannya sebagai masyarakat yang agraris, untuk memaksimalkan hasil dari pengolahan tanah (bertani) yang dilakukan, maka masyarakat Karo bukan hanya (telah) mampu menciptakan alat-alat pertanian (alat tradisional) untuk mengolah tanah, namun juga dalam hal pemberdayaan bibit unggul, pemilihan jenis tanaman, dan perawatan tanaman, tetapi juga telah mampu melakukan prediksi tanam (kapan saat menanam dan kapan saat menuai yang tepat/cocok) agar mencapai hasil yang maksimal.

Prediksi tanam tersebut, seperti yang kita ketahui dalam kehidupan masyarakat agraris secara umun, ini berkaitan dengan masa tanam dan masa menuai. Jadi, dalam hal ini dibutuhkan pengetahuan akan kondisi alam yang berkaitan dengan cuaca (iklim) yang mungkin akan terjadi dalam tiap-tiap waktu dalam prediksi minimal satu tahunnya. Dalam hal ini, masyarakat tradisional Karo telah mampu mengembangkan satu sistem yang disebut dengan “Katika.” Mungkin bagi sebagian orang katika ini masih terdengar asing, akan tetapi masyarakat Karo telah mengenal dan menerapkannya dalam setian aspek kehidupannya (bukan hanya untuk keperluan bertani saja).

KATIKA, adalah salah satu ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat Karo, yang meliputi: pembagian waktu (namis si lima), hari (wari si telu puluh), bulan (paka sepuluh dua), dan juga arah mata angin (desa siwaluh). Adapun waktu, hari, bulan, dan arah mata angin tersebut, yaitu:

A.  Namis Silima

Namis Silima, adalah pembagian waktu dalam satu harinya yang terdiri dari lima (5) pengkatagorian waktu (5 namis), sebagai berikut: 

1.      Erpagi-pagi dalam selang waktu antara pukul. 06.00 – 08.30
2.      Pengului dalam selang waktu antara pukul. 08.30 – 11.00
3.      Ciger(siang) dalamselang waktu antara pukul 11.00 – 13.00
4.      Linge dalam selang waktu antara pukul 13.00 – 15. 00
5.      Karaben (sore) antara selang waktu pukul 15.00 – 17.00

Itulah Namis Silima (lima pembagian waktu dalam satu hari) dalam katika masyarakat Karo dan waktu-waktu selanjutnya (17.00 – 06.00) juga dibagi dalam lima namis seperti diatas. yaitu:

                     1. Singgem gelap (mulai gelap/remang-remang)
                     2. Elah Man (elah man = selesai makan, mungkin skitar pkl. 20.00 dst)
                     3. Terkuak Manuk Sekali ( Berkokok ayam sekali, jikalau kita perhatikan mungkin sekitar
                         pkl. 02. 00 - 04. 00)
                     4. Terkuak Manuk Pedua Kaliken (Ayam berkokok kali kedua. Mgkn sktr 04. 00 - 06. 00)

Namun dalam perakteknya sehari-hari, untuk menghindarkan kerancuan atau kesalah pahaman, maka waktu-waktu dalam selang 17.00 – 06.00 tersebut dikatakan berngi (malam), serta tengah berngi (tengah malam), dan muat erpagi-pagi (menjelang pagi).

B.  Wari (Hari)

      Wari (hari) dalam kalender Karo ada tiga puluh hari (wari sitelu puluh), dimana dalam satu bulannya terdiri dari dua puluh sembilan (29) ataupun tiga puluh(30) hari, serta dalam satu tahunnya dibagi atas dua belas bulan (paka si sepuluh dua). Untuk dapat menentukan hari-hari, didasarkan pada umur (usia) bulan. Misalkan, jika umur(usia) bulan tersebut satu malam, maka hari itu bernama Aditia; dan jika usia bulannya dua malam, hari itu dinamakan dengan Summa.
Dalam masyarakat tradisional Karo, katika ini sangatlah berpengaruh dalam setiap aspek kehidupan, dimana katika ini berfungsi sebagai tolak ukur ataupun pedoman bagi masyarakat tradisional Karo dalam suatu keiinginnan untuk melakukan sesuatu. Misalnya: mencari kerja, meminang, menghadap seorang yang penting, berperang, bertani, berburu, membuat ramuan obat-obatan, upacara adat, upacara keagamaan, dll. Maka, setiap masyarakat tradisional Karo jika ingin melakukan sesuatu hal, biasanya terlebih dahulu (me)niktik wari  (melihat hari untuk menentukan umur bulan). Adapun cara yang dipergunakan oleh masyarakat tradisional Karo saat niktik wari dengan beberapa cara, seperti:

a. Ngarak-ngarak bulan

Ngarak-ngarak bulan, maksudnya melakukan pengamatan (mengamati/melihati) perkembangan bulan dari hari ke hari.

b. Bulan Permakan

Bulan Permakan, maksudnya melihat bulan dengan menggunakan sebuah kain yang tipis (merio), sehingga bulan akan tampak seperti uraian berbentuk sabit (cattn. Dengan cara ini umur maksimal bulan yang dapat dilihat hanya sampai empat hari saja)

c. Arah Batu Keling

Dalam kepercayaan masyarakat Karo dikatakan, kalau seekor ayam yang sedang mengeramkan telurnya selalu akan membelakangi batu keling.  Dan, diketahui bahwasanya, batu keling tersebut dari hari ke harinya selalu berpindah-pindah sesuai dengan arah mata angin (desa siwaluh).

d. Pucuk Tenggiang

Masyarakat tradisional Karo juga mempercayai kalau menentukan hari itu dapat dilihat pada pucuk tenggiang. Maksudnya begini: pucuk satu yang naik (satu pucuk) menyatakan tanggal satu(1), tanggal dua (2) naik dua buah pucuk, dan seterusnya.

            Itulah beberapa cara yang biasa dilakukan masyarakat tradisional Karo untuk melihat hari (niktik wari). Dan, adapun ke-30 hari-hari itu, yakni:
No.
Umur Bulan
Nama Hari
Posisi Batu Keling
01
Satu Malam
Aditya
Irisen
02
Dua Malam
Suma
Irisen
03
Tiga Malam
Nggara
Irisen
04
Empat Malam
Budaha
Purba
05
Lima Malam
Beras Pati
Aguni
06
Enam Malam
Cukera
Aguni
07
Tujuh Malam
Belah Naik
Aguni
08
Delapan Malam
Aditya Naik
Daksina
09
Sembilan Malam
Suma Siwah
Nariti
10
Sepuluh Malam
Nggara Sepuluh
Nariti
11
Sebelas Malam
Budaha Ngadep
Nariti
12
dua belas malam
Beras Pati Tangkep
Pustima
13
Tiga Belas Malam
Cukera Dudu (lau)
Mangabia
14
Empat Belas Malam
Belah Purnama Raya
Mangabia
15
Lima Belas Malam
Tula
Mangabisa
16
Enam Belas Malam
Suma Cepik
Utara
17
Tujuh Belas Malam
Nggara Enggo
Tula Irisen
18
Delapan Belas Malam
Budhana Gok
Irisen
19
Sembilan Belas Malam
Beras Pati Sepuluh
Irisen Siwah
20
Dua Puluh Malam
Cukera Dua Puluh
Purba
21
Dua Puluh Satu Malam
Belah Turun
Anguni
22
Dua Puluh Dua Malam
Aditya Turun
Daksima
23
Dua Puluh Tiga Malam
Suma Mate
Nariti
24
Dua Puluh Empat Malam
Nggara Simbelin
Pustima
25
Dua Puluh Lima Malam
Budhana Medem
Mangabia
26
Dua Puluh Enam Malam
Beras Pati Medem
Mangabia
27
Dua Puluh Tujuh Malam
Cukera Mate
Mangabia
28
Dua Puluh Delapan Malam
Mate Bulam
Utara
29
Dua Puluh Sembilan Malam
Dalan Bulan
Utara
30
Tiga Puluh Malam
Sami Sara
Utara
Tabel 01



          Dari tabel (tabel 01) diatas, kita telah mengetahui nama-nama dari wari si telu puluh (ke-30 hari) dalam kalender Karo. Namun, tentunya kita juga ingin ketahui apa makna (arti) yang diwakili oleh nama-nama dari hari tersebuk. Berikut penjelasannya.

1.    ADITIA dalam penanggalan Karo. Aditya adalah hari yang pertama, dikatakan hari yang medalit (licin), namun baik untuk memulai/mengawali sesuatu pekerjaan, dan juga hari yang baik untuk membuat suatu kesepakatan/perjanjian (baik usaha, percintaan, dll).
2.   SUMA adalah hari yang ke-dua dalam penanggalan Karo yang disebut juga sebagai “ wari si dua nahe (hari untuk kaki dua)” contoh: manusia, ayam, dll. Hari ini dikatakan hari yang kurang baik jadi, tidak baik untuk melakukan perdebatan, penyelidikan, atau menguji sesuatu. Namun, seperti dikatakan didepan wari si dua nahe, harinya untuk mahluk berkaki dua baik untuk berburu, mancing, menjala, dll.
3.   NGGARA adalah hari ke-tiga dalam penanggalan Karo. Hari ini dikenal sebagai hari yang sulit, kejam, dan keras sehingga, zaman dahulu kala para puanglima (panglima) mempergunakan/memanfaatkan hari ini untuk hari berperang (hari baik untuk berperang) seperti namanya “nggara = mara, bara, terbakar.” Selain baik untuk berperang hari ini juga di katakan baik untuk berpaling/menghindar dari sesuatu hal, buang sial, meramu obat, berburu, membuka lahan, baik juga untuk melakukan/mengunjungi sesuatu/se-seorang, tetapi hal/keadaan tidak/kurang baik untuk yang dikunjungi.
4.   BUDAHA adalah hari keempat dari penanggalan Karo. Hari baik buat yang berkaki empat. Disebut juga hari padi, baik untuk menanam padi, memulai/mengawali kegiatan bertani, dan hari ini juga baik untuk melakukan kegiatan ataupun pesta.
5.   BERAS PATI adalah hari kelima dari penanggalan Karo, dimana hari ini juga sangat licin, hari baik untuk melakukan pesta, mengket rumah mbaru (masuk rumah baru), memulai berdagang, mencari pekerjaan, tetapi di hari ini dikatakan tidak baik untuk berdebat.
6.  CUKRA ENEM adalah hari keenam dalam penanggalan Karo, disebutlah hari berngi (malam). Artinya hari untuk mengakhiri semua kegiatan-kegiatan, sehingga disebut juga hari pencerahan karena selain mengakhiri kegiatan-kegiatan, dipercaya juga akan menjadi akhir dari segala kegalauan yang dialami, sehingga disebut “wari salangsai.” Dikatakan hari ini juga baik untuk merantau, berlayar mangarungi samudera, melamar kerja, menghadap raja (petinggi/pejabat/penguasa/bangsawan), mulai berdagang. Selain itu, hari ini juga baik untuk melakukan upacara pernikahan, pesta muda-mudi, mengawali kegiatan bertani, nungkuni (meminang/melamar pujaan hati)
7. BELAH NAIK adalah hari ke-tujuh dalam penanggalan Karo, juga disebut hari penderas, hari Raja, adil, hari baik untuk nangkih/lompat (membawa lari kekasih hati untuk menyatukan diri (jika tidak di restui)), melamar kerja, memberi sesaji, menyelesaikan utang adat (bayar utang adat), mandi kembang karena tujuan telah tercapai, dan hari baik untuk semua pesata-pesta.
8.  ADITIA NAIK adalah hari ke-delapan dalam penanggalan Karo, hari dimana semua baik. Baik untuk berpesta, baik untuk membuat perjanjian, musyawarah, mandi kembang, menikah, memasuki rumah baru, memulai berdagang, baik untuk menjalin kembali hubungan yang t’lah lama retak atau terputus (bermaaf-maafan), membawa pujaan hati lari (kalau tidak di restui), memcari barang-barang antik, mencari barang beharga, dll.
9.  SUMANA SIWAH adalah hari ke-sembilan dari penanggalan Karo, dikatakan hari yang kurang baik.  Harus berhati-hati dan teliti dalam bertindak ataupun melakukan setiap kegiatan, hanya baik untuk berburu ataupun memasang jerat.
10. NGGARA SEPULUH adalah hari ke-sepuluh dalam penanggalan Karo, di katakan hari ini adalah hari “malas.” Harus berhati-hati dalam berbicara, hindari perdebatan, awas api! Baik untuk meramu obat, membalas dendam (berperang), memulai project, buang sial, melangsungkan pernikahan, berpesta, dan mengambil tualng-tulang leluhur untuk dipersatukan dalam sebuah geriten (bangunan/rumah untuk menyatukan dan menyimpan tulang-tulang keluarga dalam masyarakat Karo). Hari ini juga dikatakan hari yang kejam dan keras, jadi harus berhati-hati!
11. BUDAHA NGADEP adalah hari ke-sebelas dari penanggalan Karo. Dikatakan sebagai hari pencerahan, hari baik, baik untuk melakukan semua kegiatan dan baik untuk berpesta. Baik untuk membuat suatu perjanjian, musyawarah, mengunjungi Kalimbubu, melamar pekerjaan, membuka usaha, dan melakukan acara-acara adat.
12.    BERAS PATI TANGKEP hari ke dua belas dalam hari-hari Karo. Merupakan hari yang baik. Baik untuk menghadap/menemui pajabat atau orang besar, melamar kerja, bersemedi (meditasi), mandi kembang dengan jeruk purut, acara meminta rejeki, melangsungkan pernikahan, melakukan pemujaan kepada Tuhan.
13. CUKERA DUDU (LAU/air) adalah hari/wari mehuli(baik), baik melangsungkan pernikahan, menanam kebaikan untuk tolak balan dan segala niat buruk orang kepada kita, ngeluncang, mengunjungi orang tua/kalimbubu, memasuki rumah baru, erpangir ku lau (mandi kembang ke sungai).
14.   BELAH PURNAMA RAYA adalah hari ke-empat belas, yang dikatakan juga dengan wari Raja (hari raja). Di hari ini dikatakan baik untuk melakukan upacara/pesta besar, harinya untuk orang-rang besar (sibayak/raja, bangsawan, pejabat,dll), mandi kembang kesungai untuk bersih diri, ngeluncang, guro-guro aron, minum air suci, naruhken anak ku kalimbubu (ngantarkan anak (laki-laki) ke pihak kalimbubu.

15. TULA adalah hari ke lima belas. Hari sial!, semua merasa enggan melakukan apapun dalam hari ini karena dipercaya hari yang sial, namun baik ngerabi (membabat, membersihkan semak) dan juga baik menanam kelapa nyiur.

16. SUMA CEPIK adalah hari ke enam belas dalam hari-hari Karo. Hari yang tidak baik!, jangan sampai ada yang/bagian kurang dalam suatu ramuan, maka hasilnya akan berakibat fatal. Baiknya: berburu, masang jerat, mancing, dan memasang jala .

17 NGGARA ENGGO TULA adalah hari baik untuk buang sial, membuat obat, buang suntuk, dan mandi kembang keberuntungan.

18. BUDAHA GOK adalah hari dimana munculnya buah padi, mulai munculnya putik, memberi padi, mengawali musim tanam, menanam padi (padi darat), memulai panen padi, melakukan pengerikan, menyimpan padi walaupun dikatakan hari ini adalah hari yang kurang baik.

19. BERAS PATI SEPULUH adalah hari ke sembilan belas dan harinya untuk memulai/mengawali untuk melakukan pembersihan lahan untuk menanam, memotong kayu untuk dipergunakan membangun rumah ataupun gubuk, baik memancing, dan juga baik untuk mendirikan gubuk di kebun.

20. CUKRA SI DUA PULUH (20) adalah hari baik untuk membuat/meramu obat-obatan, memasuki rumah baru, nampeken tulan-tulan erkata gendang (upacara memimdahkan tulang-tuang keluarga dari kubur asal ke geriten), baik juga melakukan perjalanan, dan bermalas-malasan.

21. BELAH TURUN adalah hari ke dua puluh satu, dikatakan hari yang baik untuk buang sial, memasang jerat, memancing, dbrburu, dan memikat.

22. ADITIA TURUN adalah harinya untuk membuat/meramu obat-obatan, erpangir kengalen, buang sial, berburu, memancing, buang/nangkal penyakit, dan turun ke air.

23. SUMANA MATE adalah hari ke dua puluh tiga dalam kalender Karo, hari yang baik memasang jerat baik di darat maupun di dalam air, dan melakukan perburuan hewan-hewan.

24. NGGARA SIMBELIN adalah hari baik membuat/meramu obat-obatan, mandi kembang buang sial dan tangkal bala dan penyakit, serta meminta/berdoa kepada Yang Kuasa agar segalanya baik dan berjalan baik.

25. BUDAHA MEDEM adalah hari ke dua puluh lima yang dimana juga dikatakan harinya untuk tanaman/tumbuh-tumbuhan. Hari ini baik untuk menanam dan tentunya baik untuk ke ladang, memberi padi, muti, menuai padi ke kebun, melakukan pengerikan, serta pergi/berangkat merantau baik untuk bekerja maupun menuntut ilmu.

26. BERAS PATI MEDEM adalah hari yang ke dua puluh enam dalam kalender Karo. Dikatakan wari si malem-malem (senuanya baik), mere nakan man orang tua (salah satu tradisi orang Karo.. memberi/mengantar makan(-nan) kepada orang tua agar orang tua sehat-sehat dan panjang umur dan anak/cucu sehat-sehat, panjang umur, murah rejeki dan selalui disertai doa dan restu dari orang tua), ndahi kalimbubu (menghadap/mengunjungi pihak kalimbubu), melangsungkan pesta pernikahan, serta membuat/meramu obat-obatan.

27. CUKRANA MATE adalah hari buang sial, baik membuat/meramu obat, berburu, memancing, membersihkan lahan pertanian.

28. MATE BULAN NGULAK adalah hari untuk buang sial, encari inspirasi serta motivasi untuk menggugah semangat, berburu, serta memancing ke laut lepas.

29. DALAN BULAN adalah hari ke dua puluh sembilan. Hari ini juga menjadi hari akhir/penutup dalam beberapa paka (bulan) dalam kalender Karo, seperti: si paka dua (2. paka tendang/lampu), si paka empat (4. paka padek/katak), si paka enem (6. paka kuliki/elang), si paka waluh(8. paka tambak/kolam), si paka sepuluh (10. paka baluat/alat musik tiup; sej. Seruling), dan si paka sepuluh dua (12. paka binurung(nurung)/ikan). Hari ini juga sering dikatakan hari yang kurang baik,  dan simehuli tupuk.

30. SAMI SARA adalah hari/wari nutup Kerja (hari akhir kegiatan/pesta), menyelesaikan pekerjaan ataupun perjanjian, pupursage (suatu upacara perdamaian antara pihak-pihak yang berselisih menurut adat-istiadt Karo), berdoa kepada Yang Kuasa serta roh-roh nenek moyang, serta mengakhiri pendidikan (ngguru: dalam artian menuntut ilmu mystis). Sami Sara juga merupakan hari terakhir dalam hari-hari Karo (30) dan juga hari terakhir dari beberapa paka (bulan), seperti: paka sada (1. paka kambing), paka telu (3. paka gaya/cacing), paka lima (5. paka arimo/harimau), paka pitu (7. paka kayu), paka siwah (9. paka gayo/sej. kepiting), paka sepuluh sada (11. paka batu).

C.  Paka (bulan)

            Paka (bulan) dalam kalender Karo satu tahunnya terdiri dari dua belas paka (12 bulan), dimana setiap bulannya dilambangkan atau diwakili oleh satu jenis hewan ataupun benda. Misalnya bulan satu (sipaka sada): paka kambing, atau bulan ke-dua (sipaka dua): paka Lampu. Hewan ataupun benda yang mewakili bulan-bulan tersebut bukan tidak mepunya arti atau tidak bermakna. Misalkan sipaka lima: paka arimo (harimo), kita lihat sifat harimau, yaitu merajai, pemangsa, ganas, dll. Jadi sifat hewan ataupun benda yang mewakili bulan tersebut menggambarkan secara umum keadaan yang mungkin terjadi, ataupun perjalanan keadaan dalam satu bulan tersebut. Adapun paka si sepuluh dua ( ke -12 bulan) tersebut adalah sebagai berikut: 

No
Paka
Dlm. Kal Masehi
Hari
Awal
Akhir
Jumlah
01
Kambing
Mei – Juni
Aditya
Sami Sara
30
02
Tendang (lampu)
Juni – Juli
Aditya
Dalan Bulan
29
03
Gaya (cacing)
Juli – Agustus 
Aditya
Sami Sara
30
04
Padek (katak)
Agustus – September
Aditya
Dalan Bulan
29
05
Arimo (Harimau)
September – Oktober
Aditya
Sami Sara
30
06
Kuliki (elang)
Oktober – November
Aditya
Dalan Bulan
29
07
Kayu
November – Desember
Aditya
Sami Sara
30
08
Tambak (kolam)
Desember – Januari
Aditya
Dalan Bulan
29
09
Gayo (kepiting)
Januari – Februari
Aditya
Sami Sara
30
10
Baluat (sej. Seruling)
Februari – Maret
Aditya
Dalan Bulan
29
11
Batu
Maret – April
Aditya
Sami Sara
30
12
Binurung (ikan)
April – Mei
Aditya
Dalan Bulan
29
Tabel 02.

D. Desa Siwaluh

            Masyarakat tradisional Karo, juga telah mengenal (mempu membaca) arah mata angin yang dalam bahasa karonya disebut Desa Siwaluh.

            Dalam kepercayaan masyarakat Karo (pemena) dikatakan: lahirnya (munculnya) desa si waluh (delapan arah mata angin) ini diawali dengan kelahiran desa si empat (empat arah mata angin), yang dimana cerita ini berkaitan dengan kejadian penciptaan alam semesta menurut kepercayaan masyarakat Karo (pemena).

Konon dikatakan: Dibata Simada Kuasa (Tuhan Yang Maha Esa) Sinepa langit ras doni (Khalik Pencipta Semesta Alam) memciptakan manusia pada awalnya dalam keadaan yang masih sangat labil. Dan dikatakan juga kalau Dibata memiliki tiga(3) orang anak yang dikenal berdasarkan tempat kekuasaannya(kendalinya) serta tempat tinggalnya, yaitu: 1) Dibata Datas (Kaci-kaci) yang dilambangkan dengan page(padi): karena buahnya diatas, 2) Dibata Tengah (Banua Koling) yang dilambangkan dengan jong/jaung (jagung): jagung kita ketahui buahnya di tengah, dan 3) Dibata Teruh (Paduka Ni Aji) yang diwakili oleh lambang gadung(ubi): ubi buahnya dibawah. “Sama halnya seperti kepercayaan Hindu yang dimana mempercayai penjelmaan Dibata (Tuhan) itu dalam tiga wujut, yaitu: 1) Brahmana/pencipta alam, 2) Waisya/ pemelihara alam, serta 3) Syiwa/ perusak alam.  Ketiga anak Dibata itu memiliki sifat yang sangat bertentangan sehingga mereka sering berbeda pendapat satu dengan lainnya, yang membuat Dibata  kewalahan untuk mendamaikannya.

Melihat hal demikian, maka Dibata berinisiatif untuk memisahkan ketiga anakNya tersebut, kemudian diciptakanNya-lah pemisah untuk membatasi lingkup gerak ketiga anakNya tersebut. Namun, cara tersebut tidaklah berhasil, karena anakNya: Dibata Teruh (Paduka Ni Aji) berusaha untuk menghancurkan pembatas tersebut dengan menggunakan angin kaba-kaba (topan). Usaha pertamanya (Dibata Teruh) memang tidak berhasil, diulangi hingga usahanya yang ke-empat (membuat badai dari empat arah mata angin) maka pemisah itu benar-benar hancur. Empat kali penghancuran dengan badai (angin topan) ini berdasarkan empat arah mata angin (desa si empat), yaitu: utara (utara), daksina(selatan), purba(timur), dan pustima(barat). Sehingga, dari kejadian itulah munculnya desa si empat (empat arah mata angin).

Usaha Dibata untuk membuat pemisah antara ketiga anakNya itu gagal! Namun, Dibata tidak lantas menghentikan usahaNya, maka Dia melakukan cara kedua dengan menidurkan ketiga anakNya tersebut selama pitu wari pitu berngi (tujuh hari tujuh malam). Selama mereka tertidur pulas, maka Dibata kembali membuat pemisah diantara ketiga anakNya tersebut, sehingga pada saat mereka terbangun dari tidurnya (pada hari kedelapan), mereka tidak dapat lagi saling melihat, karena adanya pembatas antara mereka. Melihat ini, Anak Dibata Teruh (Paduka Ni Aji) kembali berusaha menghancurkan pemisah tersebut dengan membuat badai topan (angin kalingsungsung) yang sangat dasyat. Usahanya yang pertama gagal, kedua, ketiga, dan seterusnya hingga kedelapan juga gagal (kedelapan arah badai itu berdasarkan desa si waluh (delapan arah mata angin)), sehingga ketiga anak Dibata tersebut benar-benar telah terpisah (sehingga antara langit (surgawi), bumi, dan dunia bawah/baka/neraka tidak lagi bersatu/terpisah). Kejadian tersebut mengakibatkan dunia bawah/bumi berguncang dengan dahsyatnya, sehingga membentuk (terjadilah) baluren (lembah-lembah), embang (jurang), deleng (gunung), dan lawit/lau (laut/perairan) di bumi.

Kini anak Dibata telah benar-benar terpisah dan tidak dapat berhubungan secara langsung, namun masih dapat berkomunikasi melalui perantara Guru (guru dalam masyarakat Karo: orang pandai, yang memiliki pengetahuan pengobatan, mystik, serta sakti mandra guna). Dan dari kejdian itulah munculnya desa si waluh (delapan arah mata angin). dan dari cerita itu juga dalam kepercayaan masyarakat tradisional Karo (PEMENA) kalau DIBATA (Tuhan) menurunkan wahyu (Ilmu Pengetahuan) kepada manusia. Salah satunya ialah "GENDANG (rythm 'n sound) LIMA PULUH KURANG DUA (Gdg 50-2). Dikatakan Gendang Lima Puluh Kurang Dua karena empat puluh delapan (48) gendang (rythm 'n sound) dimainkan oleh manusia, namun dua(2) gendang lainnya dimainkan oleh malaikat(roh). Adapun desa siwaluh tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Purba ( Timur )
  2. Anguni ( Tenggara)
  3. Daksina (Selatan)
  4. Nariti ( Barat Daya )
  5. Pustima ( Barat )
  6. Mangabia ( Barat Laut )
  7. Utara ( Utara )
  8. Irisen ( Timur Laut )
           Itulah tadi sedikit uraian tenatang Katika serta fungsi dan penerapannya dalam kehidupan masyarakat tradisional Karo. Semoga dapat menambah sumber informasi pembaca mengenai tradisi budaya Karo, serta bermanfaat bagi yang membacanya. Bujur ras Mejuah-juah Kita kerina.

Lihat kalender Karo