Mejuah-juah.   Rudang Rakyat Sirulo Comunity    Mejuah-juah.
    <--> MEJUAH-JUAH <-->

    Sunday, September 29, 2013

    Benarkah KBB Strategi Orang Luar Ingin Merubah Nama GBKP

              Pro KBB anti GBKP. Siapa bilang? KBB(Karo Bukan Batak)! Semakin laman, perbincangan ini semakin ramai saja. Tua, muda, bahkan hingga anak kecil sudah ber-KBB. Dari pengangguran, pelajar, petani, pedangang, karyawan swasta, PNS, bahkan hingga kalangan rohaniawan tidak luput dari perbincangan KBB(pengusaha dan pejabat?). Diskusi yang sebelumnya dinilai diskusi murahan yang saling mencemooh, kini berkembang menjadi diskusi kelas intelektual yang diikuti secara luas. Sehingga, KBB yang awalnya ditanggapi secara pesimis dan negatif, kini malah menjadi metode membangun karakter dan bahkan menjadi media pengenalan, pembelajaran dan pembentukan mental masyarakat Karo khususnya.

              Namun, tidak jarang KBB dituding anti GBKP. Tak jarang juga, KBB dituduh merupakan pergerakan orang diluar GBKP untuk mengubah kata 'batak' dalam unsur nama GBKP, bahkan meruntuhkannya? Apakah benar demikian(orang diluar GBKP)? Saya katakan itu tidak benar!
    Stop KBB ????
             Coba, kita lihat orang-orang yang pro-KBB yang berambisi merubah nama GBKP, seperti: Roberto Bangun. Nama ini tidak asing bagi para pejuang KBB. Diketahui, beliau dan kaum muda GBKP pernah dengan gigih hendak merubah nama GBKP menjadi GKKP(Gereja Kristen Karo Protestasan), namun kandas karena mendapat perlawanan dari kaum tua yang lebih kepada alasan administrasi ketimbang alasan historis dan kultural. Maksudnya alasan administrasi, adalah; kaum tua beralasan nama GBKP sudah takdir(?), dan akan susah mengubahnya karena itu yang sudah tercatat di pemerintahan dan DGI(sekarang PGI), walaupun dari berbagai pernyataan dan tulisan kaum tua itu hati kecilnya juga tidak rela dengan kata ‘b’ itu, demikian penuturan Pdt. B. A. Peranginangin disela-sela makan siang saat kunjungan beliau ke Medan(22/9).

              Namun, coba perhatikan! Setelah Roberto Bangun dan para kaum reformis seperti gerakan era 80 – 90(akhir) yang tergabung dalam Tim Ezra dan YPI Takasima keluar dari GBKP, apakah mereka ada menuntut kembali perubahan nama GBKP? Ataupun menuntut perubahan lainnya? Tidak! Karena mereka sadar itu bukan lagi kewenangan dan hak mereka, sehingga mereka lebih memilih kepada memperjuangkan kebebasan Karo dari bayang-banyak ‘batak’ dan kepentingan lainnya itu tanpa menyinggung GBKP.
             
              Hal demikian juga saya alamai. Sejak kecil saya aktif di GBKP, dan mulai sadar akan identitas saya saat saya duduk dibangku sekolah menengah atas(2002) dan dilanjut ke perguruan tinggi(2005). Saya sering mengikuti diskusi dan perdebatan tentang hal ini. Dan, tidak jarang saya jelaskan apa yang saya pernah ketahui tentang muasal/alasan/kemungkinan kata 'b' dalam unsur nama GBKP, dan tidak jarang juga meprovokasi teman-teman lainnya prihal nama ini. Namun, semejak saya keluar dari GBKP(dan beberapa teman lainnya), hingga kini saya tidak lagi mau menyinggung GBKP prihal namanya. Kalau saling sindir, itu biasa! Dan, demikianlah juga saya perhatikan teman-teman pro-KBB lainnya, yakni: tetap yang ingin merubah nama GBKP adalah mereka yang masih bernaung di GBKP(menganggap masih memiliki hak), yang di luar atau keluar, tidak! sehingga tuduhan kalau kami yang diluar GBKP-lah yang paling gentol ingin meruhan nama ini, saya katakana itu tidak benar! Sebab, kami yang eks-GBKP sadar benar itu bukan lagi hak dan wewenang kami, sehingga kami katakan: "soal nama GBKP itu urusan orang dalam GBKP!"

    Namun, walau demikian, tuduhan yang dilontorkan kepada kami yang pro-KBB yang bukan anggota dan tidak lagi anggota GBKP masih juga tetap ada, bahkan seakan-akan sengaja sentimen ini dibangun/digerakkan untuk menumbuhkan kefanatikan gereja, buka kekaroan untuk menekan para pro-KBB. Sehingga, banyak dari teman-teman yang dulunya pro-KBB dengan alasan membela gerejanya kini anti dan menuding KBB itu sebagai pemecah belah dan tidak sanggup lagi membedakan antara memperjuangkan  kepercayaan dan identitas(?). Hal ini sangat disayangkan. Tetapi, itulah bunga-bunga demokrasi, dinamis dan fleksibel melihat perkembangan zaman dan kepentinganya.

              Namun, Sekali kagi saya katakana: yang kami perjuangkan adalah kekaroan, bukan fanatisme gereja(denominasi). Sehingga, anggapan pro-KBB anti GBKP itu tidak benar! Apalagi kami yang bukan dan tidak lagi anggota GBKP, karena itu bukan urusan kami. Mejuah-juah.

    Tulisan ini hanya pembelaan kecil
    dari kami pro-KBB, tiada maksud lain.
    Sebab kami merasa tidak seperti 
    yang dituduhkan banyak orang kepada kami.
    Kami mohon maaf jika ada yang keliru.
    Mejuah-juah. 

              



    Tuesday, September 17, 2013

    Apak kata KBBI tentang KBB

             Sepanjang hari ini(17/9) cuaca sangat cerah dari pagi hingga sore. Bahkan sangat cerah dan panas sekali. Menjelang malam; selesai mandi sekitar Pukul 18. 00 wib saya masih merasa gerah. Sedikitpun tidak ada tanda-tanda akan turun hujan(karena sepanjang hari panas sehingga selalu mengamati cuaca dan berharap turun hujan). Namun, cuaca tiba-tiba berbuah, sekitar Pukul 18.45 wib hujan turun dengan dibarengi angina kencang dan deru petir, sehingga sedikit takut menonton TV(maklum di daerah saya sering kejadian tv/radio, ponsel, dll disambar petir). Jadi, agar tidak bosan diam saja di ruman, saya – pun menyetel music di labtob berencana sambil chatting, namun entah mengapa susah untuk terhubung ke jaringan internet, maka iseng-iseng saya test beberapa software yang baru saya download ( dan istal tentunya)(link unduhnya: http://kbbi-offline.googlecode.com/files/kbbi-offline-1.5.exe) , - salah satu yang menarik perhatian saya adalah software KBBI Offline 1. 5 yang merupakan software Kamus Besar Bahasa Indonesia Luar Jaringan(Luring/versi Offline-nya).

              Saya coba ketikkan beberapa kata untuk melihat penjelasan arti lebih luasnya, sambil menguji seberapa mumpuni software yang sederhana ini. Iseng saya kemudian mengetika kata kunci(keyword): “Suku Karo”, maka, berikut yang keluar(semua yang bertautan dengan kata “suku karo”):
    Dengan kata kunci "Suku Karo"
    Dengan kata kunci "Suku Karo"
    Kemudian saya coba dengan keyword lebih sederhana lagi, yakni: “karo”, maka yang muncul beberapa kata, namun saya seleksi ‘karo’ yang berkaitan dengan ‘Karo’ (suku/etnis/daerah) sebagai berikut!
    Dengan kata kunci "karo"
    Dengan kata kunci "karo"
    Dengan kata kunci ‘karo’, setelah diseleksi dengan teliti, maka muncul tiga kata yang memiliki keterkaitan dengan “Karo’ (etnis/suku/daerah), namuan hanya satu kata yang benar-benar merupakan dari istilah Karo asli, yakni: ‘gundala[-gundala] yakni tarian topeng tradisonal suku Karo. Sedangkan pe- le – begu seharusnya perbegu; parmalin(Tapanuli) seharusnya pemena(Karo).

              Kemudian, saya coba masukkan kata kunci “suku batak karo”. Hasilnya, tidak ada kata yang ditemukan yang berkaitan dengan ‘suku batak karo!’, demikian juga jika kita pakai kata kunci ‘batak karo/karo batak’.
    Dengan kata kunci "Batak Karo/Karo Batak/Suku Batak Karo"
    Dengan kata kunci "Batak Karo/Karo Batak/Suku Batak Karo"
     Bagaimana pula jika kita memakai kata kunci ‘batak’ saja? Demikian hasil penulusuran saya( bersambung...)


    Sunday, September 15, 2013

    Buluhawar Simalem


    Mejuah-juah. Buluhawar. Sebuah desa terpencil di Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Kontur alam yang berbukit-bukit serta air dan udara yang sejuk membuat setiap orang yang berkunjung akan malas untuk pulang dan selalu rindu untuk kembali ke sana. 
    Bukan itu saja, Buluhawar juga menyimpan segudang cerita dimasa lampau, salah satunya dimana permukiman terpencil ini pernah dipakai Tuhan untuk menjadi saluran berkat bagi daerah-daerah sekitarnya, terkhususnya bagi masyarakat Karo. 

    Atas kesepakatan antara Pemerintah Kolonial Belanda dengan Deli Mascapij maka diutuslah H. C. Kruijt(1890) melalui badan misi zending Belanda NZG (Nederlandshe Zendelinggenootschap) untuk mengabarkan Injil kepada masyarakat Karo dan kemudian menjadikan Buluhawar menjadi Pos PI pertama, hingga Pemerintah Kolonial Belanda berencana memulai pembangunan jalan raya ke dataran tinggi Karo, namun ditolak oleh para Sibayak, hingga pada 1909 baru rencana itu terealisalikan(Medan – Kabanjahe; Kabanjahe – Sarinembah – Kuta Bangun; Kabanjahe – Seribu Dolok – Pematang Siantar), namun tidak seperti rencana semula via Buluhawar, akan tetapi via Sibolangit – Bandarbaru – Doulu. 

    Ini merupakan salah satu proyek besar kolonialisme di Pesisir Pantai Timur Sumatera(Oostkust van Sumatera) yang pernah dilaksanakan. Jalur Medan – Kabanjahe sendiri dimulai dari Arnhemia(Boven Deli/Pematang Siantar Karo. Sekrg. Pancur Batu), Sibolangit, Bandar Baru, dan Berastagi. Tahun 1911 merupakan awal dibukannya perkebunan-perkebunan sayur oleh kaum Eropa ke dataran tinggi Karo. Tahun 1914 layanan bis dua kali seminggu dibuka oleh beberapa perkebunan dan di tahun 1915 baru benar-benar diadakan layanan pengangkutan rutin setiap hari(Hingga 1918 dilaporkan lebih dari 6300 orang telah diangkut). Sehingga, dengan demikian jalur Cingkam Pass(Sibolangit – Buluh Awar – Bukum) yang selama ini dipakai para perlanja sira (pemikul garam), pedagang, dan pengelana dari dataran tinggi Karo ke pesisir dan sebaliknya; serta Buluhawar yang menjadi persinggahan/peristirahatan lambat laun ditinggalkan bahkan dilupakan.

    25 Mei 2013 merupakan kali pertama kunjungan saya ke Buluhawar. Sungguh desa terpencil ini benar-benar kian terlupakan dan bahkan oleh kalangan Kristen Karo sendiri semakin sedikit yang mengenal Buluhawar dan sejarah yang telah ditorehkannya bagi perkembangan masyarakat Karo. Namun, saya sangat merasakan magis Buluhawar yang merupakan awal lahirnya kekeristenan Karo masih terasa, tinggal bagaimana kita membangkitkannya, sehingga jangan sampai desa kecil Buluhawar Simalem ini kian terpencil dan terisolasi yang akhirnya semakin mengkaburkan sejarah kehidupan kekeristenan Karo, seperti halnya H. C. Kruijt yang merupakan perintis jalan semakin dilupakan juga.

    Keindahan Buluhawar dengan udaranya yang sejuk, serta kehidupan masyarakatnya membuat saya terpikat, dan saya berharap demikian juga halnya terjadi kepada kebanyakan orang, terkhususnya keluarga-keluarga Kristen Karo, sebab jika semakin banyak orang yang berkunjung ke salah satu situs sejarah kekeristenan Sumatera Utara ini, maka akan semakin banyak juga yang peduli, demikian juga akan semakin banyak muncul gagasan-gagasan untuk mengembangkannya.

    Akhir kata: dalam segala kekurangan dan keterbatasan, saya mencoba membuat tulisan ini, serta mencoba menulis sebuah syair dan lagu khusus untuk mengungkapkan rasa cinta saya kepada Buluhawar Simalem. Mejuah-juah Tuhan Yesus Si Masu-masu.

    Buluhawar Simalem
    Tuhu kitik kel kam jiné
    Arah kerina kuta i doni énda
    Tuhu-tuhu ménda seh kel lengetna
    O, Buluhawar kuta simalem

    Émaka ola aru aténdu
    Sebab kam si pilih Dibata
    Salu nuan palas pedah kataNa
    Man k’rina rakyat Karo Sirulo
    Man k’rina rakyat Karo Sirulo

    Pasarna licin erembang – erbatu-batu
    Mbentasi kerangen rimba raya
    Bagéme ndubé serana mekap perdalin
    Si mbaba Berita Si Meriah

    O, Buluhawar jé – m’ jadi pemena
    I tetapken Yesus Tuhan mbarken b’ritaNa
    Labo erkiteken kam ndubé si mbelina
    Tapi praten Dibata la kap terolangi
    Kai si ‘nggo jadikenNa em kap simehuli

    Mejuah-juah o, Buluhawar kuta simalem
    Mejuah-juah. Mejuah-juah Karo Sirulo
    Mejuah-juah Merga Silima
    Mejuah-juah kita kerina

    Lihat Partitur dibawah!
    Buluhawar Simalem: Partitur