Mejuah-juah.   Rudang Rakyat Sirulo Comunity    Mejuah-juah.
    <--> MEJUAH-JUAH <-->

    Sunday, October 7, 2012

    Aksara Karo : Pengantar


    I. Mengenal Tulisen Karo

    A.  Apa itu tulisen(aksara) Karo

                    Tulisen(aksara) Karo atau juga disebut surat Aru(Haru), merupakan salah satu tulisan(aksara) kuno yang ada di nusantara. Dikatakan Tulisen Karo karena tumbuh dan berkembangnya, serta dipergunakan secara meluas di wilayah-wilayah Karo(Sumatera bagian utara, timur, dan tengah), dan dipakai oleh masyarakat Karo  untuk menuliskan cakap(bahasa) Karo

    Silsilah Aksara Karo

                    Dipercaya Tulisen Karo atau sering juga disebut Surat Aru(Haru) ini merupakan aksara yang diturunkan secara langsung dari aksara Palawa(wenggi) rumpun dari aksara Brahmi yang berkemdang di India bagian Selatan, dimana masuknya ke nusantara juga ke Aru/Haru(Karo) diperkirakan sekitar awal abad I(pertama) dibawa oleh bangsa Tamil bersamaan dengan masuknya kepercayaan Hindu(Senata Dharma) yang di Karo dikenal dengan Pemena(agama asli Karo, pemena = awal, pertama). Namun, ada juga yang melontarkan pendapat yang berbeda, dimana dikatakan bahwa aksara ini sebenarnya turunan dari aksara Nagari(Devanagari) yang merupakan rumpun dari aksara Brahmi yang berkembang di India bagian utara yang masuknya ke nusantara sekitar abad ke-5 bersamaan dengan masuknya ajaran Budha ke nusantara juga ke Aru/Haru(Karo). Aksara juga cakap(bahasa) Karo juga diyakini pernah eksis dan menjadi tulisan dan bahasa resmi di beberapa wilayah Sumatera bagian utara, timur, dan tengah, atau dengan kata lain tulisen(aksara) dan cakap(bahasa) Karo merupakan aksara dan bahasa resmi yang dipergunakan dimasa kerajaan Aru/Haru(Karo kuno).
                    

    B.  Ciri khas Tulisen Karo

                    Beberapa ciri khas dari aksara Karo, diantaranya: dimana indung suarat(huruf induk/huruf utama) yang terdiri dari 21 surat(huruf/font) yang merupakan pelambangan konsonan, walau pun dalam pelafalan atau pengejaanya selalu diakhiri oleh bunyi "a" yang notabene-nya adalah bunyi vokal. Selanjutnya, vokal dan karakter penjelas lainnya(diakritik) dirangkum dalam kelompok anak surat(anak huruf) yang penempatannya biasanya setelah indung surat. Aksara Karo, juga merupakan kelompok abuguida murni, hal ini tampak dalam pelafalan serta penulisan vokal-vokalnya yang sangat mutlak, baik untuk vokal "a, i, u, é, e, dan o".  Jika diperhatikan, tulisen(aksara) Karo juga memiliki ciri khas tersendiri yang sangat tampak pada dua indung suratnya “mba” dan “nda”, dimana kedua indung surat ini hanya dapat kita temui pada tulisen(aksara) Karo saja, serta merupakan khas logat Karo. Sebenarya, masih ada satu bunyi khas Karo yang jarang dijumpai pada dialek bahasa daerah lain, yakni bunyi “nca”, akan tetapi sangat disayangkan karena dalam indung surat Karo tidak ada surat (huruf/font) yang mewakilinya, dan untuk menuliskan bunyi “nca” ini, kita harus menggunakan indung surat “na+penengen+ca”. Lihat berikut ini! 

    Bunyi khas dalam Aksara Karo(nda, mba, dan nca)

    C.  Media tulis dalam menuliskan aksara Karo

                    Media dalam penulisan aksara Karo tidaklah jauh berbeda dengan aksara-aksara kuno lainnya, yang dimana semua dapat dijadikan media tulis, baik itu kayu, bambu, batu, daun, logam, kertas, dan lain-lain(media sastra klasik). Namun, di Karo yang paling sering ditemui adalah menulis pada bilah bambu ataupun kulit kayu, hal ini ditunjukkan dengan adanya kebiasaan masyarakat Karo zaman dahulu khususnya kaum muda yang menuliskan rintihan atau ratapan hidupnya ter-khusus berkaitan dengan asmara yang diukir pada kulit bambu ataupun kayu, populer dengan sebutan bilang-bilang(ratapan pada kulit bambu). Bukan itu saja, di wilayah-wilayah Karo juga sangat populer surat kaleng yang dalam bahasa lokalnya disebut dengan musuh berngi(musuh malam/musuk dalam kegelapan) yang berisikan ancaman dan tantangan.


    D.  Fungsi tulisen(aksara) dalam masyarakat Karo


    Tulisen(aksara) dalam masyarakat Karo zaman dahulu selain sebagai media komunikasi(surat-menyurat), juga dipergunakan untuk beberapa hal, seperti: menuliskan mangmang/tabas(mantra), kitab ketabi-pan(ilmu pengobatan), bilang-bilang(ratapan), ndung-ndungen(pantun), kuning-kuningen(teka-teki), turi-turin(cerita berbentuk prosa yang biasanya memuat silsila, kejadian, ataupun kisah kehidupan), kitab mayan/ndikar(kitab ilmu bela diri), musuh berngi(surat kaleng), kontrak(perjanjian), surt izin(surat jalan/izin memasuki wilayah Taneh Karo), dan lain-lain.


    II.  Surat(huruf/font's) pada aksara Karo

    Dalam tulisen(aksara) Karo, ada kita kenal dengan indung surat yang terdiri dari duapuluh satu(21) surat(huruf/font's) yang merupakan huruf utama untuk mewakili konsonan walaupun dalam pelafalanya semua indung surat tersebut diakhiri oleh bunti "a". Dan anak surat merupakan diakritik, penegas bunyi vokal, dan tanda-tanda bantu lainnya, dan disamping itu juga ada bunyi vokal yang diwakili oleh karakter indung surat "Ha" yang jika dibutuhkan sebagai penjelas diberi tanda(anak surat). Perhatikan tabel-tabel berikut ini!

    Aksara Karo

    bersambung....
     




    No comments:

    Post a Comment

    Mejuah-juah!