I. Mengenal Tulisen Karo
A.
Apa itu tulisen(aksara) Karo
Tulisen(aksara) Karo atau juga disebut surat Aru(Haru), merupakan salah satu
tulisan(aksara) kuno yang ada di nusantara. Dikatakan Tulisen Karo karena
tumbuh dan berkembangnya, serta dipergunakan secara meluas di wilayah-wilayah
Karo(Sumatera bagian utara, timur, dan tengah), dan dipakai oleh masyarakat Karo
untuk menuliskan cakap(bahasa) Karo.
Dipercaya Tulisen Karo atau sering juga disebut Surat Aru(Haru) ini merupakan aksara yang diturunkan secara langsung
dari aksara Palawa(wenggi) rumpun dari aksara Brahmi yang berkemdang di
India bagian Selatan, dimana masuknya ke nusantara juga ke Aru/Haru(Karo)
diperkirakan sekitar awal abad I(pertama) dibawa oleh bangsa Tamil bersamaan
dengan masuknya kepercayaan Hindu(Senata Dharma) yang di Karo dikenal dengan Pemena(agama
asli Karo, pemena = awal, pertama). Namun, ada juga yang melontarkan
pendapat yang berbeda, dimana dikatakan bahwa aksara ini sebenarnya turunan
dari aksara Nagari(Devanagari) yang merupakan rumpun dari aksara Brahmi
yang berkembang di India bagian utara yang masuknya ke nusantara sekitar abad
ke-5 bersamaan dengan masuknya ajaran Budha ke nusantara juga ke
Aru/Haru(Karo). Aksara juga cakap(bahasa) Karo juga diyakini
pernah eksis dan menjadi tulisan dan bahasa resmi di beberapa wilayah Sumatera
bagian utara, timur, dan tengah, atau dengan kata lain tulisen(aksara) dan
cakap(bahasa) Karo merupakan aksara dan bahasa resmi yang dipergunakan dimasa
kerajaan Aru/Haru(Karo kuno).
B.
Ciri khas Tulisen Karo
Beberapa ciri khas dari aksara Karo, diantaranya: dimana indung suarat(huruf induk/huruf utama) yang terdiri dari 21 surat(huruf/font) yang merupakan pelambangan konsonan, walau pun dalam pelafalan atau pengejaanya selalu diakhiri oleh bunyi "a" yang notabene-nya adalah bunyi vokal. Selanjutnya, vokal dan karakter penjelas lainnya(diakritik) dirangkum dalam kelompok anak surat(anak huruf) yang penempatannya biasanya setelah indung surat. Aksara Karo, juga merupakan kelompok abuguida murni, hal ini tampak dalam pelafalan serta penulisan vokal-vokalnya yang sangat mutlak, baik untuk vokal "a, i, u, é, e, dan o". Jika diperhatikan, tulisen(aksara) Karo juga memiliki ciri khas tersendiri yang
sangat tampak pada dua indung suratnya “mba” dan “nda”, dimana
kedua indung surat ini hanya dapat kita temui pada tulisen(aksara) Karo saja, serta merupakan khas logat Karo.
Sebenarya, masih ada satu bunyi khas Karo yang jarang dijumpai pada dialek
bahasa daerah lain, yakni bunyi “nca”, akan tetapi sangat disayangkan karena
dalam indung surat Karo tidak ada surat
(huruf/font) yang mewakilinya, dan untuk menuliskan bunyi “nca” ini, kita harus
menggunakan indung surat “na+penengen+ca”. Lihat berikut ini!
C. Media
tulis dalam menuliskan aksara Karo
Media dalam penulisan aksara Karo tidaklah jauh berbeda dengan aksara-aksara
kuno lainnya, yang dimana semua dapat dijadikan media tulis, baik itu kayu,
bambu, batu, daun, logam, kertas, dan lain-lain(media sastra klasik). Namun, di
Karo yang paling sering ditemui adalah menulis pada bilah bambu ataupun kulit
kayu, hal ini ditunjukkan dengan adanya kebiasaan masyarakat Karo zaman dahulu
khususnya kaum muda yang menuliskan rintihan atau ratapan hidupnya ter-khusus
berkaitan dengan asmara yang diukir pada kulit bambu ataupun kayu, populer
dengan sebutan bilang-bilang(ratapan
pada kulit bambu). Bukan itu saja, di wilayah-wilayah Karo juga sangat populer
surat kaleng yang dalam bahasa lokalnya disebut dengan musuh berngi(musuh malam/musuk dalam kegelapan) yang berisikan ancaman
dan tantangan.
D.
Fungsi tulisen(aksara) dalam masyarakat Karo
Tulisen(aksara) dalam masyarakat Karo zaman dahulu selain
sebagai media komunikasi(surat-menyurat), juga dipergunakan untuk beberapa hal,
seperti: menuliskan mangmang/tabas(mantra),
kitab ketabi-pan(ilmu pengobatan), bilang-bilang(ratapan), ndung-ndungen(pantun), kuning-kuningen(teka-teki), turi-turin(cerita berbentuk prosa yang
biasanya memuat silsila, kejadian, ataupun kisah kehidupan), kitab mayan/ndikar(kitab ilmu bela diri), musuh
berngi(surat kaleng), kontrak(perjanjian), surt izin(surat jalan/izin memasuki wilayah Taneh Karo), dan lain-lain.
II.
Surat(huruf/font's) pada aksara Karo
Dalam tulisen(aksara) Karo, ada kita kenal
dengan indung surat yang terdiri dari duapuluh satu(21) surat(huruf/font's)
yang merupakan huruf utama untuk mewakili konsonan walaupun dalam
pelafalanya semua indung surat tersebut diakhiri oleh bunti
"a". Dan anak surat merupakan diakritik, penegas bunyi vokal,
dan tanda-tanda bantu lainnya, dan disamping itu juga ada bunyi vokal yang
diwakili oleh karakter indung surat "Ha" yang jika
dibutuhkan sebagai penjelas diberi tanda(anak surat). Perhatikan
tabel-tabel berikut ini!
![]() | ||||
Aksara Karo
bersambung....
|
No comments:
Post a Comment
Mejuah-juah!