Sebenarnya sudah lama ada niat
untuk berkunjung ke Danau Lau Kawar, namun hingga tanggal 20 Februari 2013 baru
terealisasikan, dan, itu pun terkesan dadakan dan sedikit dipaksa. Hehehe…
Banyangkan coba! Dari duduk di bangku SMP sudah buat rencana, namun baru
Februari 2013 terealisasikan.
Sebenarnya, sudah direncanakan juga
Jumaat, 15 Februari 2013 kami sekeluarga akan berkunjung ke Lau Kawar, cuma mendengar
ada kabar terjadi longsor di jalan menuju Berastagi, maka diurungkan. Dan,
digantikan dengan acara berenang ke kompleks Retreat Center GBKP, Sukamakmur.
Itu pun terkesan dadakan karena tidak terencana, mengingat berangkatnya saja
dari Patumbak, Pukul 14.00 WIB dan bukannya acara berenang, eh… ujan deras
mengguyur Sukamakmur, ya jadinya ujan-ujanan. Hehehe…
Belum puas, rencana ke Lau Kawar
tetap dalam planing. Namun, belum ada waktu yang tepat. Maka dipaksakan hari
Rabu, 20 Februari 2013 sekeluarga akan berwisata ke Lau Kawar. Namun, tidak
begitu berjalan lancar walau sudah direncanakan. Februari bulan yang cukup
sibuk bagi kami. Nande(ibu) sudah mempersiapkan perbekalan, jadi untuk makanan
beres! Namun, bapak harus bekerja karena ada rapat di kantornya, dan saya
sendiri harus mengurusi teman yang bermasalah listriknya(pemutusan rampung),
dan adik saya sibuk dengan mobil. Baru pukul 12.00 WIB kami bisa tenang dan
ngumpul di rumah. Dan, namanya pejuang sejati dan kalau sudh suka jangan
ditunda-tunda, maka kami-pun jadi berangkat ke Lau Kawar, berangkat dari rumah
di Patumbak sekitar Pukul 13.30 WIB. Menghindari kemacetan kami mengambil rute
Patumbak – Delitua – Namorambe – Namo Bintang – dan keluarnya tepat di belakang
tiga(pasar tradisional) Pancurbatu.
Ada untungnya berangkat hari Rabu, karena kendaraan menuju gunung tidak begitu
padat jika dibandingkan hari Jumat, Sabtu, dan Minggu atau hari libur, sehingga
tidak ada kemacetan yang berarti.
Cuma, sedikit yang membuat saya MALAS
berkendara di jalur lintas Medan – Berastagi ini, bayaknya mobil pengangkut BBM
dari salah satu prusahaan ber-plat merah yang mengendara tanpa aturan dan
ugal-ugalan. Wah bikin malu saja! Masak prusahaan bertaraf internasional
supirnya tidak terdidik dan membahayakan nyawa sendiri dan orang sekitar! Namun
sedikit terobati dengan perkataan adik saya, katanya: “Maklum, bang! Supir kontrak!.” Hehehe… Selanjutnya, jalan yang
kasar dan bergerigi sebelum perbatasan antara Kabupaten Deli Serdang dan
Kabupaten Karo membuat serasa sudah naik kuda gundaling.
Tidak seperti biasa, dimana setiap
saya ke gunung selalu mendung dan turun hujan deras. Siang itu cuaca sangat
cerah. Pemberhentian pertama kami tentunya SPBU dan seperti biasa di SPBU
Sukamakmur tepat disamping Retreat Center GBKP dilanjut pemberhentian kedua di Peceren untuk membeli jajanan khas Peceren(wajit Peceren, dll).
Hingga sampai di Kabanjahe,
perjalanan lancar tanpa ada kendala dan bahkan bisa dikatakan hingga sampai di
Lau Kawar pun lancar-lancar saja. Sedikit memperlambat perjalanan kami adalah,
kami belum pernah sekali-pun ke Lau Kawar, sehingga tidak dapat hanya
mengandalkan marka jalan saja dan beberapa kali harus bertanya untuk memastikan
tujuan kami benar.
Sebenarnya di Berastagi, tepatnya
di sekitaran Tugu Kol – Berastagi kami sudah membaca petunjuk jalan Kabanjahe(terus)
dan Lau Kawar(Kanan), tetapi kami ingin mencoba jalur Kabanjahe – Lau Kawar
yang menurut informasi dari teman, jalannya lebih berliku dan berfariasi.
Maklum suka tantangan. Dan, informasi itu memang benar. Keluar dari kota
Kabanjahe tepatnya dari jalan di samping Gereja GBKP Kota Kabanjahe kita sudah
disambut jalan menurun, sempit, dan menikung, dan tikungan yang beruntun itu
diakhiri dengan jalan lurus sekitar +/- 4 km. Saya pribadi sangat menikmati
perjalanan ini dan suka dengan jalan-jalan berkelok, namun memang sedikit
kurang nyaman karena jalan yang sangat sempit tanpa ada marka jalan, tetapi
dengan melaju kendaraan berkapasitas mesin 2000 cc, dengan 5 kecepatan, bagi
saya ini tidak ada kendala yang berarti. ;-)
Melewati jalan tanjak, menurun,
mendatar, sempit dan jurang serta tebing di kedua sisinya. Hutan-hutan yang
sesekali tampak kera/monyet di pinggir jalan. Kebun masyarakat, dan sesekali
berpaspasan dengan kendaran khas Karo tempo dulu(rempet: kereta yang ditarik
oleh sapi ataupun lembu) membuat perjalanan ini semakin menarik dan
mengingatkan saya dengan video klip lagu-lagu daerah Karo. Sangat khas dan
menarik. Perkampungan tradisional dimana sesekali tampak bangunan dengan atap
berciri-khas rumah tradisional Karo ditambah udara yang segar dan masyarakat
yang ramah dan royal senyum membuat saya ketagihan untuk berkunjung lagi suatu
saat jika ada kesempatan.
Jujur, ini perjalanan pertama saya
menyusuri jalur Kabanjahe – Lau Kawar, sehingga tidak banyak hal yang dapat
ditangkap oleh pandangan mata saya, apalagi hari sudah beranjak ke sorenya. Jadi
distel lagunya “Si Mulih Karaben”,
namun bedanya kalau kami ini “Si Lawes
Karaben!” Akhirnya sampai juga! Memasuki kawasan Lau Kawar, kita disambut
sebuah gerbang yang cukup megah namun sedikit kurang teawat. Air danau yang
hampir rata sama tinggi dengan daratan dan sesekali tanpak awan yang mengepul diatasnya.
Pohon pinus, kopi dan beberapa tumbuhan yang tidak sempat teridentifikasi oleh
saya ditambah rumput hijau membuat pemandangan disekitar danau Lau Kawar ini semakin
menarik. Dipinggir danau dikelilingi jalan yang telah diaspal dan diberi batako
di di bibir danau dan pagar besi pembatas yang bisa kita duduk diatasnya jika
hendap memandangi danau ataupun memancing. Namun danau ini masih sepi pengunjung dan
hanya beberapa orang dari kota dan beberapa remaja dari kampung sekitar yang
kami temui sedang memancing di danau. Menurut informasi dari ibu yang menjaga
danau, katanya danau Lau Kawar ini hanya ramai dikunjungi pada hari Sabtu dan Minggu
atau pada liburan, tetapi jika hari-hari biasa sangat sepi.
Secara keseluruhan, jalanannya bagus walau ada beberapa yang menurut saya perlu dibenahi, seperti jalan berlobang, kasar- bergerigi, sempit, dan minim marka jalan. Namun, keseluruhannya saya beri nilai untuk jalur ini 8, 5. Saya rasa nilai yang pantas jika dibandingkan dengan ditempat tinggal saya.
Sebenarnya, Danau Lau Kawar ini
sangatlah menarik, namun masih kurang dikenal dan ini tentu karena kurang
dipromosikan. Lingkungannya cukup menarik, bersih, namun terkesan kurang
ditata dan minim fasilitas.
Jika dihitung-hitung, waktu kami di
danau Lau Kawar itu hanya sekitar 2 jam saja dan setelah itu kami memutuskan
pulang ke Medan mengingat besoknya masih banyak aktifitas yang harus
dikerjakan. Namun, saat pulang kami mengambil jalur yang berbeda dari saat
kedatangan. Jalur kali ini akan tembus ke Jl. Udara, Berastagi tepatnya di
pertigaan Tugu Kol- Berastagi. Jalur ini jujur kurang menarik, karena jalannya
lebar, datar, dan hanya ada tikungan sesekali.
Hari sudah gelap dan kami terus
melaju kendaraan kami. Sedikit komentar dari saya kepada beberapa pengendara di
jalur gunung. Sering sekali pengendara yang tidak sadar kalau tindakan ini
berbahaya dan mengganggu kenyamanan pengendara lain, seperti memaksakan
kendaraannya untuk menmotong(mendahului) saat jalan menikung dan menanjak.
Jangan terlalu percaya diri dengan tenaga kendaraan kita, kita harus juga
memperhitungkan tenaga kendaraan yang kita salip apalagi kendaraan didepan
kita, sebab jika ada peluang kita-pun pasti diberi kesempatan oleh kendaraan di
depan untuk mendahului jika memintadan begitu juga sebaliknya. Bukan begitu?
Selanjutnya, mengangkat lampu tinggi(DIM) terus menerus saat kendaraan berarakan
dijalur padat dan sempit. Saya ras ini tidak perlu dan sangat mengganggu
kendaraan didepan. Kata adik saya: “Maklum
supir kampung! Tidak pernah melintas di julur lintas antar provinsi”. Dan
membunyikan klackson panjang terus menerus. Ini sangat mengganggu. Ingat!
Cerita kita ini sudah malam hari, ada lampu DIM sesekali, dan perlu diingat ini
situasinya berarakan di jalur padat dan sempit, apa dengan membunyikan klakson
panjang Anda bisa dapat jalan? Yang ada kalau mobil Anda bisa terbang silahkan
dari atas atau meloncat saja sekalian dari jurang. Jadi mau ditarok dari mana?
:p Satu hal lagi yang sangat penting bagi kita pengendara mobil ringan. Kita
harus tanggap dan melihat mobil-mobil niaga berbeban berat, jangan Anda paksa
mereka untuk melaju kencang ataupun jangan dipaksa mereka untuk mengalah
di tanjakan, karena bukan mereka tidak mau memberi Anda peluang, tetapi, oleh
karena beban mereka yang terlalu berat membuat mereka harus sangat
berhati-hati. Jika mereka celaka dimana saat Anda sedang dijalur yang sama atau
setidaknya saat kita lewat, bukankah itu juga akan membahayakan kita? Hehehe.. Jadi
hati-hati dan terus waspada dan santun dalam berlalu-lintas.
Pukul 08. 00 WIB perut sudah mulai
meminta bagiannya, sehingga kami memutuskan berhenti sejenak dan mengisinya.
Pilihan seperti biasa BPK di sekitar kawasan Bandar Baru. Pertimbangan saya,
mengapa setiap melintas selalu singgah di BPK, yakni: walau ini daging tidak
baik bagi kesehatan, namun ada soup panas dengan bumbu-bumbu yang baik untuk
tubuh + cincang daun ubi. Hehehe… Selanjutnya. Saya type orang yang pilih-pilih
soal makanan, karena tubuh saya tidak sanggup menerima zat kimia dalam jumlah
banyak yang sangat berpengaruh kepada kepala saya(pusing) dan perut(mual),
sehingga BPK adalah pilihan yang tepat, dimana pada umumnya menggunakan bumbu
alami khas Karo.
Selesai makan, perjalanan dilanjutkan diiringi hujan deras hingga sampai di Pancur Batu, dan sampai di rumah(Patumbak) sekitar Pukul 22. 40 wib. Kapan lagi kita ke Lau Kawar, nak we? Dan, bagi Anda yang belum pernah… patut dicoba!
Selesai makan, perjalanan dilanjutkan diiringi hujan deras hingga sampai di Pancur Batu, dan sampai di rumah(Patumbak) sekitar Pukul 22. 40 wib. Kapan lagi kita ke Lau Kawar, nak we? Dan, bagi Anda yang belum pernah… patut dicoba!
No comments:
Post a Comment
Mejuah-juah!