![]() |
Sierjabaten sedang memainkan gendang Karo. |
Jika
kita berbicara "gedang" dalam cakap(bahsa) Karo, maka kita sudah
bicara tentang "instrumen, rythm ‘n sound" khas Karo. Artinya:
meliputi instrumen(alat) serta bunyi-bunyiannya, dan segala hal yang berkaitan
dengan musik Karo itu.
Secara
umum, “gendang Karo”, dikenal
dengan sebutan “Gendang Telu Sedalanen; Lima Sada(se-) Perarihen”, Dimana, "telu sedalanen" secara harafiah
mengandung artian: "tiga serangkai" ataupun "tiga sejalan", yang sering juga disebut "gendang kulcapi", meliputi
instrumen: kulcapi(kecapi Karo
ber-sneer dua), keteng-keteng(sejenis
perkusi yang terbuat dari tabung bambu yang memiliki dua sneer yang dipukul
untuk menghasilkan bunyi), dan mangkuk(mangkok
putih) atau versi lainnya, yakni: belobat(alat musik tiup dari bambo), keteng-keteng, dan mangkok.
Diyakini,
keteng-keteng diciptakan untuk menyederhanakan komposisi group musik dan instrumen pada musik Karo, mengurangi jumlah sierjabaten(sebutan bagi pemusik Karo)
dalam sebuah pertunjukan, sehingga, gendang pengindungi
dan penganak tidak dipergunakan lagi.
Begitu juga dengan belobat yang dalam
beberapa pertunjukan dipakai sebagai instrumen melodis pengganti sarune(alat musik tiup dari kayu atau
logam), walau sesungguhnya hal ini adalah proses perkembangan musik Karo tersebut dari segi instrumen, rythm, dan saound-nya.
Biasanya,
dalam setiap kuta(perkampungan) Karo,
telah ada dua orang penggual(pemukul gung(gong)),
yakni: indug gung(gong indul/besar) dan anak
gung(gong anak/kecil), kemudian, dalam setiap hajatan dipanggilah tiga orang
pemusik dari luar untuk memainkan tiga istrumen musik Karo. Ketiga orang
ini-lah yang disebut "telu Sedalanen(tiga
serangkai/sejalan)" ini yang kemudia arih-arih(berembuk,
berdiskusi) bersama kedua pemukul gong yang ada di kuta itu, beserta anak beru(yang mengatur acara) yang memiliki hajatan untuk menentukan gendang(rhythm
‘n sound) apa yang akan ipalu(dimainkan,
dibunyikan) dan juga menentukan apa gelar gendang(nama,
jenis hajatan agar disesuaikan dengan gendang yang dipalu)-nya nanti, sehingga
dapat menghasilkan harmonisasi musik yang sempurna. Sehingga, dengan perarihen(kesepakatan setelah berembuk)
antara sierjabaten(musisi) ini, maka
disatukanlah mereka dalam hajatan itu dengan format "telu(3) sedalanen: musisi
luar(panggilan) + 2 orang musisi anak kuta" sehingga, terbentuk formasi lengkap dari komposisi tadi "Gendang Telu Sedalanen Lima Sada(se-) Perarihen" hasil dari arih-arih. Namun, dalam "Lima Sedalanen" ini, dipakai instrumen
aslinya, yakni: sarune, pengindungi, penganak,
gung indung, dan anak gung, bukan
lagi memakai keteng-keteng(dipakai
untuk mengantikan penganak dan pengindungi) ataupun belobat(dipakai untuk menggantikan sarune), namun terkadang untuk
mencapai warna musik yang lebih indah dimainkan juga kulcapi dan instrumen lainnya.
No comments:
Post a Comment
Mejuah-juah!