Begu(roh) Dibata Simada
Kuasa(Tuhan Yang Maha Kuasa) Sinepa Langit Ras Doni(Khalik Smesta
Alam) terbang melayang-layang mengarungi alam semesta yang baru saja
dijadikanNya. DilihatNya ada yang kurang dan itu tidaklah sempurna jikalau
tiada yang mendiami serta merawatnya, maka terpikirlah olehNya untuk
menciptakan mahluk yang akan mendiami karya ciptaanNya itu. DijadikanNya-lah suan-suanen(tumbuhan),
rubia-rubia(hewan), serta jelma(manusia),
bahkan begu (roh) untuk mendiami ciptaanya itu.
![]() |
Cakrawala. Sumber: google image |
Kala
itu tiadalah perbedaan antara segala yang diciptakan Dibata, tak
terkecuali manusia, bahkan antara dunia roh(alam gaib) dengan dunianya mahluk
hidup juga belum memiliki batas dan masih bersatu dan bebas berinteraksi satu
dengan lainnya. Kelabilannya membuat manusia sama dan sederajat dengan segala
yang ada di alam semesta. Alam atas(surgawi), tengah (bumi), dan bawah(neraka/baka)
bersatu dan tanpa satu batasan. Melihat kelabilan ini maka, Dibata
menempatkan ketiga anakNya untuk menjaga dan menguasai ketiga alam itu agar
kelangsungan hidup di tiga alam tersebut dapat berjalan dengan baik. Dibata
Datas (Kaci-kaci), adalah anak Dibata yang tinggal dan
berkuasa di alam atas yang dilambangkan dengan page(padi; karena
padi buahnya diatas), Dibata Tengah(Banua Koling) tinggal serta
berkuasa atas alam tengah(alamnya
segala mahluk hidup) yang dilambangkan dengan jong/jaung(jagung;
jagung buahnya ditengah), dan Dibata Teruh (Paduka Ni Aji) yang
dilambangkan dengan gadung(ubi; ubi buahnya dibawah) berkuasa atas
neraka(alam bawah/baka). * hampir sama halnya dalam kepercayaan Hindu
yang mempercayai penjelmaan Dibata itu dalam tiga wujut, yakni: 1. Brahmana
(Pencipta Alam), 2. Waisya (Pemelihara Alam), dan Syiwa (Perusak
Alam). Itulah ketiga anak Dibata yang masing-masing memiliki tempat
tinggal dan kuasanya yang diberikan Dibata untuk menjaga kelangsungan
hidup di tiga alam tersebut.
Suatu
hari, saat Dibata berkeliling untuk melihat hasil karyaNya, alangkah
terkejutnya Dia kala melihat ketiga anakNya berseteru, sehingga
mengakibatkan kehidupan di alam atas, tengah, dan bawah menjadi terganggu.
Kemudian dipanggil Dibata-lah ketiga anakNya itu, memeperingatkannya dan
mendamaikannya. Namun, tetap ketiga anakNya tersebut selalu bertentangan dan
tidak dapat berdamai.
Melihat hal tersebut Dibata
berfikir untuk membuat pembatas yang memisahkan ketiga anaNya agar mereka
tidak dapat lagi saling bersentuhan sehingga keselarasan alam dapat kembali
terlaksana. Maka diciptakan Dibata-lah pembatas untuk memisahkan ketiga
anakNya (bawah, tengah, dan atas). Pembatas itupun terciptalah dan akhirnya
ketiga anak Dibata itupun terpisan. Kejadian ini menandakan awal
terpisahnya alam atas (surgawi), tengah (duniawi), dan bawah (baka/neraka/alam
orang mati).
Pada dasarnya, ketiga anak
Dibata tersebut adalah saling mencintai dan menyayangi. Akan tetapi, perbedaan
sifat dan watak-lah yang membuat ketiga anak Dibata tersebut jika bertemu
selalu berseteru, namun jikalau tidak bertemu maka rasa rindu juga akan muncul.
Oleh karena itu ketiga anak Dibata tersebut selalu berusaha menghancurkan
pembatas yang diciptakan oleh Dibata Simada Kuasa agar mereka bertiga
dapat kembali bertemu dan bersatu.
![]() |
Alam. Sumber: Coleksi Pribadi: Bastanta P. S. |
Satu ketika, anak Dibata
Teruh (Paduka Ni Aji) yang berkuasa atas alam bawah berusaha
menghancurkan pembatas tersebut dengan menghembuskan angin kaba-kaba(topan)
yang sangat dasyat, namun usahanya tersebut tidak berhasil. Lalu dia
mengulanginya kembali hingga tiga kali berturut-turut. Hal itu juga tidak
berhasil! Kemudia dihembuskannyalah kembali angin kaba-kaba itu
sekali-gus dari desa siempat (empat penjuru arah mata angin), yakni: utara
(utara), daksina(selatan), purba(timur), dan pustima(barat)
*dalam kepercayaan masyarakat tradisional Karo (Pemena), kejadian ini dikatakan
sebagai awal mulanya dikenal Desa Siempat(empat arah mata angin).
Dasyatnya badai topan yang dihembuskan dari empat penjuru mata angin akhirnya
berhasil menghancurkan pembatas tersebut, dengan demikian maka ketiga anak Dibata
itu kembali dapat bertemu dan bersatu.
Dengan bersatunya kembali
ketiga anak Dibata tersebut, maka alam atas, tengah, dan bawah juga
kembali bersatu. Kejadian ini mengakibatkan munculnya kembali potensi yang
dapat mengakibatkan kembali terjadi perseteruan antara ketiga alam tersebut.
Melihat ini, Dibata Simada Kuasa kembali berusaha untuk
memisahkan ketiga anakNya! Lalu Dibata Simada Kuasa menidurkan ketiga
anakNya selama pitu wari pitu berngi (tujuh hari tujuh malam) dan selama
waktu mereka tertidur dengan pulasnya, Dibata membangun kembali pemisah antara
mereka bertiga.
Saat hari ke-delapan dimana
ketiga anak Dibata itu bangun dari tidurnya, mereka tidak dapat lagi saling
melihat satu dengan lainnya karena sudah ada pembatas antara mereka. Melihat
hal ini, geramlah hati anak Dibata Teruh (Paduka Ni Aji) dan
dengan penuh amarah dia berusaha menghancurkan kembali pemisah tersebut dengan
menghembuskan angin kalingsungsung (badai topan dibarengi dengan gempa
dan tzunami) yang maha dasyat dari desa siwaluh (delapan arah penjuru
mata angin: 1. Purba (timur), 2. Anguni(tenggara), 3. Daksina(selaatan),
4. Nariti(barat daya), 5. Pustima(Barat), 6. Mangabia(barat
laut), 7. Utara(utara), 8. Irisen (Timur laut)). *dalam
kepercayaan masyarakat tradisional Karo (Pemena), kejadian ini dikatakan
sebagai awal mulanya dikenal Desa Siwaluht(delapan arah mata angin)
setelah sebelumnya Desa Siempat(empat arah mata angin). Kejadian ini membuat ketiga alam berguncang
dengan dasyatnya. Di bumi sendiri terjadilah gempa yang sangat hebat membuat
seluruh muka bumi berguncang, mengakibatkan terbentuknya baluren(lembah-lembah),
embang(jurang), deleng(gunung/bukit-bukit), dan lawit(laut/sungai/perairan),
sehingga daratan terpisah dan tercerai berai, begitu juga seluruh isi bumi.
Begitu dasyatnya badai yang dihembuskan, akan tetapi tidak dapat menghancurkan
kembali pembatas tersebut, sehingga ketiga anak Dibata tersebut kini
benar-benar telah terpisah, begitu juga dengan alam atas, tengah, dan bawah.
![]() |
Gendang Karo. Sumber: google image. |
Kini ketiga anak Dibata dan
alam yang dikuasainya telah benar-benar terpisah, namun Dibata dengan
kasih setianya, masih mengijinkan mereka bertiga (alam atas, tengah, dan bawah)
untuk berkomunikasi melalui Guru Mbelin (dalam masyarakat Karo, Guru =
orang yang memiliki ilmu pengetahuan/pintar, memiliki pengetahuan/kekuatan
mystik, kebijaksanaan, pengobatan,
agama,dll). Dan dalam tradisi masyarakat Karo dunia Guru Mbelin inilah
cara/media untuk dapat berkomunikasi denga alam atas, tengah, dan bawah.
Cerita ini dikutip dari
cerita kepercayaan masyarakat tradisional Karo(Pemena) tentang: “Penciptaan Manusia dan Alam
Semesta.”
Sekian... dan Mejuah-juah.
No comments:
Post a Comment
Mejuah-juah!