Piso Surit, adalah salah
satu lagu asal daerah Karo, karya komponis nasional Djaga Sembiring Depari, yang
merupakan salah satu lagu daerah yang pernah popular dan eksis ditingkat
nasional yang dikemudian hari dikreasikan dalam bentuk tari, drama, dan film(1960). Namun, dalam kesuksesan lagu dan syair Piso Surit, ternyata ada beberapa kekeliruan besar yang baik
disengaja atau tidak yang kita temukan, dan, saya rasa perlu untuk diluruskan
kembali. Berikut beberapa kekeliruan tentang piso surit:
Dalam beberapa tulisan, baik di buku
pelajaran di sekolah(RPUL, geografi, kesenian, atau sejarah), majalah, dan media
online, tidak jarang kita menemukan bacaan yang mengatakan kalau lagu Piso Surit adalah lagu tradisional asal daerah Aceh. Memang, wilayah Taneh Karo(Kab. Karo dan Langkat) pada masa pemerintahan RIS masuk dalam wilayah Aceh, dan memang jika hanya didengar sepintas, logat(dialek) Karo sangatlah mirip
dengan dialek-dialek yang ada di Aceh, dan, bahkan dikatakan 60% cakap(bahasa)
Karo memiliki persamaan dengan bahasa Gayo dan Alas yang ada di Aceh. Namun,
tidaklah baik jikalau hanya dengan mendengar sejenak tanpa mengidentifikasi
lebih akurat, lantas kita memaku matikan sebuah hal dan kemudian disahkan
melalui membangun opini publik baik melalui media maupun politik.
Piso Surit adalah syair, lagu, serta drama tari yang berbahasakan Karo, yang musiknya bernuansakan tradisional Karo, dan dengan tarian tradisional Karo. Lagu dan syair piso surit sendiri merupakan karya seorang komponis nusantara asal Kuta(desa)Seberaya di dataran tinggi Karo, Sumatera Utara, yang bernama: Djaga Sembiring Depari atau lebih sering dituliskan hanya dengan Djaga Depari.
Kembali saya ulangi! Jadi, Piso Surit adalah lagu dan syair karya Djaga Depari, dalam cakap(bahasa) Karo, dengan lagu yang bernuansa tradisional Karo, dan dikemudian hari berkembang(dibuatkan) tariannya yang dikenal dengan tari Piso Surit dan oleh Bachtiar Siagian di tahun 1960 dibuatkan film bernuansakan Karo dengan judul "Piso Surit". Sehingga, dengan demikian, Piso Surit adalah asli dari Karo(Sumatera Utara), bukan dari Aceh!
Piso Surit adalah syair, lagu, serta drama tari yang berbahasakan Karo, yang musiknya bernuansakan tradisional Karo, dan dengan tarian tradisional Karo. Lagu dan syair piso surit sendiri merupakan karya seorang komponis nusantara asal Kuta(desa)Seberaya di dataran tinggi Karo, Sumatera Utara, yang bernama: Djaga Sembiring Depari atau lebih sering dituliskan hanya dengan Djaga Depari.
Kembali saya ulangi! Jadi, Piso Surit adalah lagu dan syair karya Djaga Depari, dalam cakap(bahasa) Karo, dengan lagu yang bernuansa tradisional Karo, dan dikemudian hari berkembang(dibuatkan) tariannya yang dikenal dengan tari Piso Surit dan oleh Bachtiar Siagian di tahun 1960 dibuatkan film bernuansakan Karo dengan judul "Piso Surit". Sehingga, dengan demikian, Piso Surit adalah asli dari Karo(Sumatera Utara), bukan dari Aceh!
2. Piso Surit adalah lagu Batak(dalam bahasa Batak; dalam dialek Karo)
Seperti yang telah saya jelaskan
diatas! Maka, kembali saya pertegas kalau piso surit adalah asli dari Karo, baik
komponisnya, lagunya, syairnya, maupun tariannya. Namun, ada juga beberapa
orang yang berpendapat kalau piso surit adalah lagu Batak dalam dialek Karo.
Banyak yang mengaku ahli bahasa(ahli
tetapi perlu dipertanyakan kredibilitasnya) yang mengatakan kalau bahasa Batak
itu terdiri dari beberapa dialek, yakni: dialek Karo, Toba, Simalungun(Timur),
Pak-pak(Dairi), dan Mandailing. Benarkah
hanya dialek? Saya rasa dalam hal ini perlu kita pertanyakan, mengingat
cakap Karo sangatlah jauh bedanya baik arti kata maupun logat(dialeknya) dengan
bahasa Batak(Simalungun, Toba, Mandailing), terkecuali Pak-pak(Dairi). Saya lebih sependapat jika bahasa dan dielek di Sumatera Utara digolongkan atas empat pembagian bahasa, yakni: 1) Kelompok bahasa Aru yang terdiri dari Karo, Pak-pak(Dairi), Gayo, dan Alas; 2) Kelomok bahasa Batak yang terdiri dari bahasa Toba, Mandailing, dan Simalungun(Timur); 3) Kelomok bahasa Melayu; dan 4) Kelomok bahasa Nias. Terkhusus untuk bahasa Simalungun, ada yang berpendapat kalau bahasa Simalungun sekarang sudah berbeda jauh dengan Simalungun asli, dimana dikatakan kalau sesungguhnya bahasa Simalungun asli lebih mirip(65%) dengan bahasa Karo dan itu masih tempak dari logat(dialek)-nya yang masih terpelihara hingga kini.
Untuk membuktikan dari apa yang saya katakan diatas, jika Anda ragu dan tidak percaya, silahkan Anda belajar cakap Karo, Toba, Mandailing, Simalungun, dan Pak-pak(Dairi), atau setidaknya membandingkan kamus bahasa dari etnis-etnis yang disebut sebelumnya, kemudian cari berapa persamaan dan perbedaannya serta analisa logat(dialeknya). Apakah benar semua bahasa diatas dapat dikelompokkan dalam bahasa Batak yang hanya berbeda dialek(logat) - nya saja, atau jangan-jangan Anda sekalian sependapat dengan apa yang saya utarakan diatas? Hehehe.... ;-)
Untuk membuktikan dari apa yang saya katakan diatas, jika Anda ragu dan tidak percaya, silahkan Anda belajar cakap Karo, Toba, Mandailing, Simalungun, dan Pak-pak(Dairi), atau setidaknya membandingkan kamus bahasa dari etnis-etnis yang disebut sebelumnya, kemudian cari berapa persamaan dan perbedaannya serta analisa logat(dialeknya). Apakah benar semua bahasa diatas dapat dikelompokkan dalam bahasa Batak yang hanya berbeda dialek(logat) - nya saja, atau jangan-jangan Anda sekalian sependapat dengan apa yang saya utarakan diatas? Hehehe.... ;-)
Kemudian, Djaga Depari yang merupakan
komponis dari Piso Surit adalah putra Karo asli, asal Kuta Seberaya, dari merga
Sembiring dengan Sub-merga(cabang) Depari, sehingga ditulis Djaga Sembiring Depari. Jadi, tidaklah
benar kalau Piso Surit adalah lagu Batak dalam dialek Karo, tetapi yang benar: piso surit lagu asli Karo karya komponis Djaga Depari!
3. Piso Surit adalah senjata tradisional dari Sumatera Utara
Kembali jika kita membaca buku-buku
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial(IPS), terkhususnya mata pelajaran Geografi,
maka tidak jarang kita menemukan pernyataan bahwa senjata asli asal Sumatera
Utara, adalah Piso Surit! Senjata??? Dijelaskan, Piso
Surit adalah senjata tradisional asal Sumatera Utara, khususnya dipakai
oleh masyarakat di dataran tinggi Karo, berbentuk pisau panjang dengan gagang
yang diukir sedemikian rupa. Namun, tahukah Anda jika piso surit yang
dimaksud(senjata atau pisau) tersebut sebenarnya tidaklah pernah ada, dan itu
hanyalah rekaan para penulis saja atau sebuah kekeliruan, mengingat kata awal
piso yang jika diindonesiakan juga berarti pisau. Tetapi, dalam sejarah
keberadaan masyarakat di dataran tinggi Karo tidak pernahlah ada ditemukan
piso surit dalam bentuk benda, dan ini merupakan sebuah kesalahan dan
kekeliruan besar yang tidak tahu apa yang melatarbelakangi kesalahan ini. Jika
Anda tidak percaya, silahkan ke Taneh Karo(Deli-Serdang, Medan, Kab. Langkat,
Kab. Karo, Binjai, Dairi, Simalungun) dan tanyakan apakah pernah ada ditemukan piso surit dalam
bentuk sebuah benda; atau tanyakan kepada pakar sejarah dan budaya Karo, apakah
dalam sejarah keberadaan suku bangsa Karo pernah ditemukan piso surit sebuah
senjata, maka Anda akan tercengang dan jika Anda dengar penjelasan sebenarnya
akan tertawa terbahak-bahak! Hehehe…
Faktanya!
Mungkin, bagi yang tidak mengetahui
secara pasti akan menerima begitu saja, mengingat kata “piso = pisau” yang
mengawalinya. Akan tetapi, bagi yang mengetahunya secara pasti mungkin akan
tertawa terbahak-bahak dengan pernyataan itu.
Piso Surit adalah salah satu lagu dari sekian banyak lagu, syair, serta
tarian asal Karo. Lagu dan syair piso surit sendiri, merupakan karya komponis
nusantara asal Seberaya, Taneh Karo, Sumatera Utara, bernama: Djaga Sembiring
Depari.
Kata piso surit itu sendiri,
sebenarnya jauhlah dari apa yang dikira(piso = pisau), karena sang
komponis(Djaga Depari) sendiri, sebenarnya mengarang lagu yang bertemakan
asmara muda/i Karo di zaman peperangan, yang menggambarkan seorang kekasih yang
sedang mencurahkan isi hatinya(berbicara) kepada alam serta burung-burung yang
hinggap di pepohonan tentang kekasih yang dinanti yang turun ke medan perang yang t’lah lama tak kunjung
datang(pulang). Pit-cuit
(cit-cuit) suara burung “pincala” yang
memanggil-manggil digambarkan(dianalogikan) oleh Djaga Depari dengan kata piso surit
sebagai seorang insan yang memanggil(menanti) dan meratapi kekasih. Berikut ini saya mencoba menuliskan kembali syair lagu piso surit serta
terjemahanya dalam bahasa Indonesia.
Piso
Surit, piso Surit
Syair/lagu:
Djaga Depari
Piso
Surit, piso Surit.
(Piso
Surit, piso Surit).
Terdilo-dilo,
terpingko-pingko
(Memanggil-manggil,
meratapi!)
Lalap la
jumpa ras atena ngena.
(Belum
juga bertemu dengan kekasih hatinya)
I ja kel kena, tengahna gundari
I ja kel kena, tengahna gundari
(Dimana
kah dikau, saat ini?)
Siang me
enda turang atena wari.
(Hari hendak
beranjak siang)
Entabeh
naring mata kena tertunduh
(Nikmat
kau rasa memejamkan mata)
Kami
nimaisa turang tangis-teriluh.
(Kami yang
menanti meneteskan air mata)
Reff:,,,,
Enggo-enggo me dagena
(Sudahlah,
sudahlah demikian)
Mulihlah
gelah kena
(Kembalilah
dikau)
Bage me
nindu rupa agi kakana.}2x
(Ku
harapkan demikian kau berkata)
Tengah kesain, keri lengetna
Tengah kesain, keri lengetna
(Di tegah
beranda desa, sunyi senyap)
Remang
mekapal turang, sehkel bergehna.
(Awan
yang tebal menambah dinginnya)
Terkuak
manuk ibabo geligar
(Ayam
berkokok diatas atap)
Enggo me
selpat turang kite-kite kulepar.
(Terputuslah
sudah titian penghubung)
Piso Surit, piso Surit.
Piso Surit, piso Surit.
(Piso
Surit, piso Surit).
Terdilo-dilo,
terpingko-pingko
(Memanggil-manggil,
meratapi!)
Lalap la
jumpa ras atena ngena.
(Belum
juga bertemu dengan kekasih hatinya)
Piso Surit. Voc. Sri Malem Br. Bangun
Piso Surit. Voc. Fitra C. Barus
Mejuah-Juah
ReplyDelete