Guru Patimpus Sembiring Pelawi adalah simanteki(dalam cakap(bahasa)
Karo yang berarti: pembuka ataupun pendiri) dari Kota Medan, yang kini merupakan
kota terbesar ketiga di Indonesia.
![]() |
Guru Patimpus: "Putra Karo pendiri Kota Medan." |
Beliau dikenal merupakan seorang pengelana
dari dataran tinggi Karo, ber-merga Sembiring dari cabang(sub-)merga
Pelawi, sehingga namanya dituliskan dan diabadikan dengan Guru Patimpus Sembiring Pelawi, yang
sering naik turun gunung bersama para perlanja sira(perlanja=pemikul
sira=garam) dari dataran tinggi Karo menuju Pesisir Timur
Sumatera. Beliau dilahirkan di sebuah kuta(desa ataupun permukiman) di Taneh Karo(sekarang
Kabupaten Karo) yang bernama Kuta Aji Jahe yang hidup sekitar akhir abad ke-16 hingga abad ke-17 Masehi. Kemudian sang pendiri Kota Medan ini mempersunting seorang gadis Karo dari beru/br(beru sebutan untuk wanita Karo)
Perangin-angin Bangun di Batu Karang, Karo. Dari pernikahannya dengan
beru Perangin-angin Bangun ini, beliau memperoleh seorang putra yang bernama
Bagelit, dan bersama sang istri kemudian Guru Patimpus Sembiring Pelawi membuka
kuta di Perbaji yang masih di sekitar Kabupaten Karo sekarang.
![]() |
Monumen Guru Patimpus Sembiring Pelawi |
Guru Patimpus Sembiring Pelawi dikenal sebagai peria yang bersosok kekar,
tinggi, gagah, dan berjiwa patriotik, namun bertutur kata santun, lemah, juga lembut, serta berhati mulia(suka menolong). Dalam kebiasaan masyarakat
Karo, pemberian gelar sering terjadi, yang dimana gelar yang diberikan kepada
seseorang itu dilihat dari sifat, kebiasaan, keahlian, ataupun jasa-jasanya. Contoh: Pa Tolong, Pa Sendi, Pa Timur, Pa Mbelgah, Pa Garamata, Pa Kantur, Pa Lagan, Pa Kramat, dll. Gelar guru sendiri disematkan kepada Guru Patimpus Sembiring Pelawi oleh
karena keahlian ataupun kepandaian yang dimilikinya, sehingga digelari “guru” . Dalam
cakap(bahasa) Karo, guru=orang yang memiliki pengetahuan dalam
ilmu mistik (gaib), peraji-aji(racun), katika(ramal),
tambar-tambar(ilmu pengobatan), dikar/mayan(bela diri), kebijaksanaan, adat, agama,
dsb, sedangkan gelar pa timpus sendiri disematkan kepadanya mungkin oleh
karena kebiasaan yang dilakukan. “Pa” dalam cakap(bahasa) Karo
serta kebiasaan dalam masyarakat Karo dipakai untuk menunjuk kepada sosok pria, dan dibeberapa daerah Karo lainya, terkhususnya di Dusun dan Langkat sering juga menggunakan kata "ongat/nongat". Contong: Nongat Rih, Nongat Galang, Nongat Kitik, dll. Sedangkan, kata “timpus” sendiri dalam cakap Karo bermakna: “timpus/punjut =
dibungkus, ikat, dibalut: Seperti kebiasaan peria-peria Karo di desa-desa
nimpusken (ikatkan) sarungnya di pinggang, ataupun menmbalut bekal di dalam sarung
dan menimpuskanya (mengikatnya) di pinggang atau diatas punggungnya”. Jadi,
“Patimpus” ini disematkan kepadanya, mungkin karena kesukaan beliau berkelana
dimana biasa menimpuskan bekalnya berupa: makana, peralatan, serta
obat-obatan dalam sebuah kain yang ditimpuskan pada tubuhnya, sehingga
dipergelari “Pa Timpus”.
Walaupu telah memiliki kesaktian yang tak tertandingi di kutanya,
tak lantas membuat sosok pria yang haus akan ilmu ini puas, sehingga dia selalu
berkelana untuk mencari lawan tanding maupun guru mbelin/guru
simesenget/sibaso(guru besar; sakti), baik untuk menguji kesaktiannya
maupun untuk tempat berguru.
Dalam tradisi yang berkembang di-masyarakat Karo-Melayu, dikatakan kalau Guru
Patimpus Sembiring Pelawi seorang yang sakti dan tidak ada yang sanggup
mengalahkannya dalam setiap pertarungan. Suatu saat Guru Patimpus Sembiring
Pelawi harus melewati huta rimba, melawan binatang buas, melewati Lau Biang(lau
= perairan, sungai; biang = anjing), lembah-lembah yang terjal dan curam,
hingga Lau Petani(sekitar Delitua dan Namorambe) menuju
bandar hilir Sungai Deli untuk menguji kesaktiannya. Beliau mendengar di Kota
Bangun ada seorang ulama yang sakti mandraguna, sehingga beliau ingin uji
tanding dengan ulama tersebut, yakni: Datuk Kota Bangun. Dalam cerita ini disebutkan kalau Guru Patimpus
Sembiring Pelawi tidak sanggup mengalahkan Datuk Kota Bangun, sehingga beliau
memutuskan untuk tinggal dan berguru kepada sang ulama tersebut dan kemudian memeluk Islam serta menikah untuk kedua kalinya dengan seorang beru Tarigan, dimana sebelumnya beliau adalah seorang penganut Pemena(kepercayaan tradisional Karo).
![]() |
Keterangan yang ada pada monumen |
Setelah prenikahan keduanya Guru Patimpus Sembiring
Pelawi beserta istri membuka hutan diaantara Sungai Deli dan Sungai
Babura yang kemudian menjadi kampung Medan. Nama Medan ini sendiri dipercaya berasal dari
kata mada’an (cakap Karo) yang berarti “kesembuhan/baik”, hal ini
berkaitan dengan sebuah kisah yang dimana di wilayah itu dahulunya merebak
sebuah penyakit yang menular dan membahayakan nyawa, namun dengan kepandaian nambar-nambari(mengobati)
Guru Patimpus Sembiring Pelawi akhirnya sanggup mengobati para pengidap
penyakit tersebut hingga madan(memperoleh kesembuhan). Kejadian manteki(pembukaan,
pendirian) kuta(kampung) Medan sendiri diperkirakan 1 Juli 1590
sehingga ini diperingati sebagai hari jadi kota Medan. Dan, dari pernikahannya
dengan Putri (beru/br Tarigan) Raja Pulo Brayan (Panglima Deli Tarigan Mergana), beliau memeperoleh dua orang putra yang masing-masing bernama : Kolok
dan Kecik (cikal bakal Negeri(kerajaan) Urung Hamparan Perak).
Untuk
mengenang jasanya sebagai simanteki(pendiri, pembuka) kota Medan, maka
namanya diabadikan menjadi nama salah satu jalan di Petisah, Medan (Jl.
Guru Patimpus) dan didirikanlah sebuah Tugu 'Guru Patimpus Sembiring Pelawi' di
sekitaran jalan Gatot Subroto, Medan.
Lihat juga:
- Pa Lagan
- Lirik "Piso Surit"
- Kekeliruan tentang "Piso Surit"
- Legenda Danau Toba
- Ginting Munte
- Pa Lagan
- Lirik "Piso Surit"
- Kekeliruan tentang "Piso Surit"
- Legenda Danau Toba
- Ginting Munte
Semoga jasa laki bolang kita makin dikenang sepanajang masa dan dapat mengambil nilai positif dari perjalann hidupnya..."Bangga jadi Orang Karo"
ReplyDeleteHehehehe...
DeleteKita bangga sebagai kalak Karo karena memiliki seorang teladan yang juga diteladankan oleh suku bangsa lain. Bujur ras Mejuah-juah!
Guru Patimpus Sembiring Pelawi adalah orang Karo!
ReplyDeleteBetul, betul, betul...
Deleteadi thu kita ngakuisa guru patimps pendiri kota medan ma wajar kiy\ta kalak karo sekali gubernur sumatra utara atau walikota medan.uga ninta karina sipersadalah arihta nakai............/
ReplyDeletePas min situhuna bagi ni katakendu e, kade-kade(ANONIM). Cuma, lit ka ku begi nina: "Kalak Karo la merhat ndarami page tutun." hehehe... Entah tuhu bage entah lang, e sinehen me.
DeleteYa, mbera-mbera kesempaten e reh ku kita kalak Karo. Bujur ras mejuah-juah.
Tapi sayang. Karena ketamakan, banyak juga orang yang berusaha mengkaburkan sejarah dan identitas Guru Patimpus Sembiring Pelawi ini. SEDIH.COM
ReplyDeletehaahaha... sabar saudara/i.
DeleteKebenaran akan terungkap. Siapa yang bohong akan tampak jelas. Mejuah-juah.
izin nyimak lek
ReplyDeleteSilahkan, impal.
DeleteMejuah-juah.
HIHI itu foto nya akyuw yang motooo,,, -.-" saya bangga keturunan pelawi :D
ReplyDelete(Y) Thx... 'n mhn izin., :D
DeleteMejuah-juah.
pas
ReplyDeletehttp://pussisunimed.wordpress.com/2010/06/19/kota-yang-kehilangan-jejak/
ReplyDeletehoras biring manggis hee
ReplyDeleteAda orang batukarang yg bisa jelasin 1. Yg bener istri pa timpus br. Bangun atau br tarigan?, 2. Agama islam di batukarang mulai tahun berapa?. Mohon yg asli orang batukarang angkat cerita. Thanks
ReplyDelete