Mejuah-juah.   Rudang Rakyat Sirulo Comunity    Mejuah-juah.
    <--> MEJUAH-JUAH <-->

    Sunday, February 10, 2013

    Marga dalam etimologi

    Bagan silsilah Merga Silima, dikutip dari : Kol. (Purn) Sempa Sitepu dalam buku "Sejarah Pijer Podi, Adat Nggeluh Suku Karo Indonesia"
    Bagan silsilah Merga Silima, dikutip dari : Kol. (Purn) Sempa Sitepu dalam buku "Sejarah Pijer Podi, Adat Nggeluh Suku Karo Indonesia"


    Secara etimologi(asal muasal kata), kata marga ini diyakini berasal dari cakap(bahasa) Karo, yang dimana awalnya berbunyi merga dari akar kata me-[h-]erga dan mehaga(r setara dengan h/ r=h) yang berarti berharga dalam arti berkuasa. Berharga, karena mereka dipandang sebagai turunan dari individu ataupun kelompok yang terpandang dan berkuasa, sehingga dinamai Si Merga  ataupun Si Meherga ataupun Si Mehaga.

    Me = sangat, lebih, atau bisa disetarakan dengan ber dalam bahasa Indonesia.

    Contoh:
    1.  me-haga : sangat agung, sangat berhaga, sangat elegan, terhormat, berkuasa dll
    2.  me-rupa : sangat cantik, memiliki rupa/paras yang lebih.
    3.  me-jile : sangat cantik.
    4.  me-lumat : sangat kecil
    5.  me-karo : sangat kekaro-karoan
    5.   ,dll.

    [h-]erga = harga, juga sama dengan haga yang berarti sesuatu yang dipandang berharga.

    Jadi: meherga = merga(“h” tidak dipakai) => sangat berharga
    Sama halnya dengan mbatak yang “m”-nya hilang, sehingga menjadi “batak”.
    mbakau = menjadi bakau
    mbaca    = menjadi baca

    Dalam turi-turin(tradisi) Karo dikatakan, Karo adalah suku asli yang mendiami wilayah yang meliputi seluruh bekas daerah Kresidenan Sumatera Timur, dataran Tinggi Karo, sebagian wilayah Dairi, serta beberapa wilayah di Aceh Tenggara, yang diyakini ber-nenek moyangkan Aroe(Nini Karo). Keturunan dari nenek moyang Karo ini-lah yang kemudian menjadi Sibayak(raja, penguasa, si kaya, bangsawan, gelar bangsawan Karo) di wilayah-wilayah Karo yang disebut Taneh Karo Simalem, yang didalam kebiasaan masyarakat Karo dipanggil dengan sebutan Si Meherga  ataupun, Si Mehaga (sama halnya dalam penuturan bahasa Melayu/Indonesia untuk menunjuk penguasa, yakni Yang Mulia, Yang Dipertuan Agungkan, dlsb), yang kemudian menjadi Si Merga dari asal kata “me[-h-]erga” ataupun “mehaga” yang berarti berharga, mulia, agung, berkuasa, dan lain-lain. Selanjutnya masih dalam tradisi yang sama, Si Merga ini kemudian memiliki lima orang anak, yanki Karo-karo, Ginting, Tarigan, Sembiring, dan Peranginangin. Kemudian kelima anak Si Merga ini dipanggil dengan sebutan Merga Silima(kelima merga/marga). Dan, itulah diyakini awal terbentuknya kata ‘marga’ yang membentuk system kekerabatan pada masyarakat Karo dan diyakini embrio dari marga-marga yang ada khususnya di Sumatera Utara.

    Namun, muncul pertanyaan. Mengapa etimologi “marga” diambil dari cakap Karo (merga) dan “merga” berubah menjadi marga? Asumsi: kata merga yang awalnya berasal dari kata meherga(h-nya hilang), ataupun mehaga(bunyi r dan h hampir sama: Prof. H. G. T), sehingga menjadi merga juga, seiring waktu dan dialek-dialek diberbagai wilayah diyakini turut dalam merubah dan membentuk kata merga ini menjadi marga.

    Mengenai cakap Karo, bahasa ini belum banyak mengalami perubahan, sehingga masih belum terasing dari bahasa Indonesia(Melayu) asli (R. Brandstetter, Ph. D : “Root and Word”). Perhatikan berikut ini!

    Bunyi e asli Indonesia dan masih ditemukan di Karo, tetapi menjadi o  dan tak jarang menjadi a juga di Toba(Batak).

    Contoh: beru di Karo = menjadi boru di Toba
                    reh  di Karo = menjadi roh di Toba
                  teba di Karo = menjadi toba di Toba

    demikian jugalah diyakini kata merga di Karo = menjadi marga di Toba, morga di Simalungun dan dalam penuturan lainnya.

    Bunyi k asli dan masih ada di Karo, tetapi berubah menjadi h di Toba.

    Contoh:
    karo di Karo = menjadi haro  di Toba
    bukit di Karo = menjadi buhit di Toba
    kesah di Karo = menjadi hosa di Toba

                Bunyi h asli dan masih ditemukan di Karo, akan tetapi hilang di Toba.

     Contoh: 
    kesah di Karo = berubah dan menghilang bunyi h-nya di Toba menjadi hosa
    kuta di Karo  = menjadi  huta  di Toba

    Mungkin akibat dari ini, kata meherga di Karo yang berarti berkuasa(keturunan) menjadi marga di Toba, dimana bunyi e di Melayu/Indo/Karo berubah menjadi a atau terkadang o di Toba, serta bunyi h yang asli di Indo/Melayu masih ada di Karo, tetapi hilang di Toba.

               Dan, mengapa kajian ini diperbandingkan antara bahasa Karo dan Toba(Batak)? Ya, mengingat dikedua kelompok(Karo dan Toba/Batak) ini-lah paling kuat tradisi akan asal-usul dari merga/marga yang dalam pergaulan sehari-hari dipandang sebagai klan-klan hubungan darah dalam konteks satuan etnis.


    Perbandingkan arti kata marga lainnya dari sumber berikut ini:

    1.  binatang liar/marga satwa(tidak diternakan)
    2. kelompok kekerabatan yg eksogam dan unilinear, baik secara matrilineal maupun patrilineal;
    3.  bagian daerah (sekumpulan dusun) yg agak luas (di Sumatra Selatan); 

    -- ketip marga yg bertugas membacakan doa (di Lampung)
    source: kbbi3
    n Bio
    4. satuan taksonomi di antara suku dan jenis, serta merupakan wadah yg mempersatukan jenis-jenis yg erat hubungannya, huruf depan nama marga ditulis dng huruf kapital dan selalu tercantum dl nama jenis; 

    -- khusus marga yg sengaja diciptakan untuk menampung sebagian dr jenis khusus; -- monotipe marga yg hanya mempunyai satu jenis
    source: kbbi3
    noun
    5. jalan; dasar (yg dipakai sbg pegangan hidup, bekerja, dsb)


    Marga = nama keluarga/keturunan(berdasarkan geneologi)[…]

    Marga adalah nama sebuah kecamatan di Kabupaten Tabanan di Provinsi Bali[…]

    Kata yang menyerupai
    meraga(me.ra.ga)
    nomina(n)
    1. binatang liar; marga(nomina)
    Verba(v)
    2. beraga; (v)

    Oleh karena merga/marga itu dipandang sesuatu yang berharga(menunjukkan jati diri), maka disertakan dibelakan nama keturunan dari Si Meherga/Mehaga tadi.

    Disadur terutama dari tulisan Prof. H. G. Tarigan dan P. Tambun, tradisi, serta pandangan etimologi.


    No comments:

    Post a Comment

    Mejuah-juah!