Ginting Munté
Ginting Munté (Muthé) adalah salah satu cabang(sub-) merga dari merga Ginting(salah satu dari lima merga Karo)! Banyak orang beranggapan
kalau merga ini sebenarnya berasal dari Batak(Toba atau Simalungen), akan
tetapi jika kita menelisik pada tradisi dalam merga Ginting Munthe itu sendiri, dan jika kita kaitkan dengan tradisi pada
sub-merga Karo-karo Sinulingga(Sinulingga
telah menemui Ginting Munthe di Lingga sekitar awal-awal abad ke-13), tradisi Saragih Munthe( di Simalungun, Dalimunte di Labuhan Batu,
dan sejarah Zending Hindu di Sumatera
bagian timur, tengah, dan utara, serta catatan-catatan keberadaan(kemunculan) merga Munte itu sendiri, maka hal ini tidak-lah sejalan dari dimensi
waktu dan tidak-lah masuk diakal.
Dipercaya, Si Raja Batak yang
menurut tradisi Batak(Toba) adalah nenek moyang seluruh bangsa Batak yang daripadanya-lah lahirnya marga-marga Batak, yang hidup
bersamaan waktunya denga kerajaan-kerajaan seperti: Haru(Karo), Nagur(di Sumatera
Timur yang identik dengan Simalungun),
Padang Lawas dan Pané(Mandailing Tua), Sriwijaya,
Majapahit(dalam kakawi Negarakertagama),
Malaka, dll; Jika kita meninjau dari hal ini, dapat dipastikan bahwa
setidaknya, Karo, Simalungun, dan Mandailing sudah ada saat dimana kemunculan Si Raja Batak yang juga dipercaya adalah
aktivis dari salah satu kerajaan tersebut diatas yang mengungsi ke pedalaman Samosir, maka hidup Si Raja Batak dipredikasikan awal abad ke-13 M.
Mempelajari sejarah Munthé ini sangatlah menarik dan unik. Banyak
etnis-etnis khususnya yang hidup di Sumatera(Karo, Simalungun, Mandailing,
Toba, Pak-pak/Dairi, Gayo, Alas, dll) yang memiliki merga Munté ini, dan bahkan tidak jarang mengklem bahwasanya Munthé ini
berasal dari mereka, namun apa-pun itu kembali kepada pribadi kita
masing-masing versi dari tradisi mana yang hendak kita pakai menjadi pedoman
kita, namun fakta tetap-lah fakta walau sulit untuk kita menerimanya.
Di Eropa, tampaknya keberadaan Munte(Munthe) sudah mulai teridentifikasi setidaknya sejak tahun 990M. Di tahun 1000 – 1449 M di Eropah diketahui setidaknya 12 orang telah
menggunakan kata Munthé(Muté) ini
dibelakang namanya, salah satunya dari temuan ijazah dari Ascricus
van Munte(1072 M) dari Vlanderen yang sekarang merupakan wilayah Belgia. Apakah mungkin Munte yang di Sumatera sudah sampai di Belgia di Tahun
1000? Jika kita berpatok pada masa kemunculan kerajaan Aru/Haru(Karo),
Nagur(identik dengan Simalungun), dan Padang Lawas serta Pané( identik dengan Mandailing), ya mungkin saja!
Mengingat, setidaknya aktivitas pelayaran internasional di Barus sudah dimulai
sejak abad ke-5 M. Bahkan, di Norwegia di abad
ke-16 M muncul Ludvig
Munthe! Mengingat jarak antara Belgia dengan Norwegia yang
sangat jauh(…) apakah keluarga Munté Belgia ini sama dengan Munté di Norwegia?
Namun, jika ditinjau dari faktor waktu(tahun 1000 – 1500’an) dan geografis, hal
ini juga sangat memungkinkan terjadi, mengingat pelabuhan Belgia yang
berhadapan langsung dengan Laut Norwegia melalui Laut Utara yang diapit
kepulauan Britania Raya di barat dan di sebelah timur dikelilingi daratan Eropa di pesisir pantai Belanda,
Jerman, dan Denmark. Bahkan, silsilah dari Ludwig Munthe(1593-1649) ini disusun dengan sangat rapih oleh Severre Munthe, dalam buku Familiem Munthe In Norge. Sekitar tahun 1995 diperkirakan jumlah
keturunannya yang teridentifikasi lebih lima ratus jiwa. Munthe di Norwegia ini juga mengakui dan menyatakan bahwa Vlanderen(Belgia) adalah
tanah asal leluhur mereka ( Silahkan dilihat dokumen Munthe Eropah http://www.geocities.com/-ascricus/genealogy/surnames.htm -| http://genealogy.munthe.net | http://sverre.munthe.net ).
Dari cerita diatas, maka timbullah pertanyaan besar: apakah Munthé(Munté) di Belgia, Norwegia, dan wilayah Eropah lainnya mencerminkan atau bahkan satu nenek moyang dengan Munté(Munthé) yang tersebar di nusantara? Dan, darimanakah alsal Munté ini sesungguhnya? Ya, itu pertanyaan yang menjadi misteri besar, tetapi setidaknya ada beberapa tradisi yang mendukung keberadaan Munthe itu lebih awal di utara Danau Toba(Karo), yakni: Tradisi Ginting Munthe itu sendiri, yang didukung oleh tradisi Ginting Pasé, Ginting Manik, Karo-karo Sinulingga(tradisi Karo), dll; dan juga tradisi Simalungun.
Dari cerita diatas, maka timbullah pertanyaan besar: apakah Munthé(Munté) di Belgia, Norwegia, dan wilayah Eropah lainnya mencerminkan atau bahkan satu nenek moyang dengan Munté(Munthé) yang tersebar di nusantara? Dan, darimanakah alsal Munté ini sesungguhnya? Ya, itu pertanyaan yang menjadi misteri besar, tetapi setidaknya ada beberapa tradisi yang mendukung keberadaan Munthe itu lebih awal di utara Danau Toba(Karo), yakni: Tradisi Ginting Munthe itu sendiri, yang didukung oleh tradisi Ginting Pasé, Ginting Manik, Karo-karo Sinulingga(tradisi Karo), dll; dan juga tradisi Simalungun.
Sebuah cerita menarik, pernah dikatakan seorang
Anthrofologi ber-merga Munté yang
tinggal
di Madagaskar asal Norwegia mengunjungi Kuta Ajinembah, diantar oleh Pengurus Nomensen dan
diterima oleh Pendeta Pantekosta Ajinembah (1971). Beliau mengemukakan bahwa leluhurnya berasal dari Ajinembah di
rumah sendi, dan mengatakan “putih” dalam bahasa ibunya dengan “Mbulan”. (Penutur,
penduduk Ajinembah, 2001 dalam buku Kenangan Marga Munthé , hal. 221).
Ginting Munthé dalam tradisi
Menurut tradisi lisan Karo yang juga dicatan oleh seorang misionaris Nederlandsche Zending-genoothschap(NZG) asal Belanda,
Pdt. J. H. Neumann, dikatakan merga Ginting
Munté(Munthé) yang merupakan salah satu cabang(sub-)merga dari merga Ginting ini, awalnya tumbuh di wilayah Tongging(di Tanah Karo) begitu pula dengan Ginting Pasé dan juga
Ginting Manik. Selanjutnya dikisahkan, keturunan dari Ginting Munte ini dari
Tongging bermigrasi ke Becih dan Kuta Sanggar; selanjutnya ke Aji Nembah(masih dalam wilayah Taneh Karo). Keturunan yang di Aji Nembah
ini-lah yang kemudian bermigrasi kuta Munte
dan sebagian ke wilayah Timur(Simalungun)
dan berpencar ke sekitar wilayah Danau Toba lainnya. Hampir dibeberapa tradisi
Munté menyiratkan awal-awal leluhur mereka berasal dari kuta(kampung) Aji Nembah(di
Taneh Karo) ini. Dalam tradisi yang berkembang di timur Danau Toba(Simalungun) proses
migrasi ini diperkrakan terjadi sekitar tahun 1395 – 1435 Masehi, dimana Tuan Sipinangsori putra dari Jalak Karo yang berasal dari Aji Nembah
sekitar tahun 1428 M menetap di Raja
Simbolon dengan menunggangi horbo(kerbau)
Sinanggalutu. Dan, hal ini juga didukung oleh tradisi Dalimunte yang berkembang di Labuhan Batu, dimana diceritakan saat Si
Munté dari Aji Nembah yang menunggangi “Kerbo
Nenggala Lutu” ini membawa segenggam bibit kacang-kacangan yang disebut “dali” dan menanamnya kemudian tumbuh
subur dan berbuah banyak, serta biji-bijian ini sangat disukai, sehingga para tetangga
menawarkan barter dengan menyebut dali –
Munté dengan maksud “kacang mu o, Muté
” atau “minta kacangmu o, Munté ”. Sehingga
dikemudian hari para keturunannya dipanggil dengan Dalimunte.
Setelah perjalanan panjang, akhirnya beberapa generasi Munté yang
berpencar di sekitar Danau Toba(Toba) ini merasuk kedalam kelompok-kelompok etnis sekitar, khususnya Batak(Toba dan Simalungun), ada juga yang kemudian mulih kuta(kembali) lagi ke kuta
kemulihen(kampung halaman/kampung leluhur/kampung adat)-nya di Taneh Karo.
Di daerah Kuala, merga ini kemudian pecah menjadi Ginting Tampune serta tersebar ke wilayah-wilayah Karo lainnya.
Mejuah-juah.
Mejuah-juah.
Kalau tahun 1000 M sja Munte udh smpe d Eropa, brarti Karo itu setidaknya abad I sudah ada. Bukan gt?
ReplyDeleteYa, setidaknya jika kita berpatok pada data2 yang ada memang demikian. Bujur!
DeleteSangat menarik fakta2 diatasi...histori yg luar biasa...mejuah juah kita Ginting Munthe seluruh dunia.
ReplyDeleteMejuah-juah manbata kerina aku asli ginting munthe
DeleteDiatasi=diatas. Asli Ginting Munte
ReplyDeleteBujur ras mejuha juha
ReplyDeletePerban informasi na
Bujur ban si erbansa data e
Salam Ginting munte
Versi yg lain berkata Munthe berasal dari kota Munte Himalaya
ReplyDeleteGinting
ReplyDelete