Aksara
merupakan sebuah sistem simbolisasi visual yang tertera pada media tulis berupa
kertas, kayu, bambu, daun, batu, logam, atau media lainnya. Simbol visual ini,
kemudian difungsikan untuk mengutarakan ataupun menterjemahkan unsur-unsur
ekspresif dari suatu bahasa lisan menjadi bahasa tulisan. Dengan ketentuan,
disepakati dan dimengerti bersama oleh para penggunanya.
B. Apa itu aksara Karo?
Aksara
Karo, adalah salah satu aksara kuno yang ada di nusantara, yang dipergunakan
untuk mengapresiasikan unsur-unsur ekspresif dalan cakap(bahasa) Karo. Yang diakui, disepakati, dimengerti, serta
dipergunakan secara bersama oleh para penggunanya, yakni masyarakat Karo. Karena
itu maka disebut dengan aksara Karo.
Adapun
media dalam menuliskan aksara Karo ini sama halnya dengan aksara-aksara
lainnya. Namun, secara umum aksara Karo dahulu kebanyakan ditulis pada bilah
bambu ataupun kulit kayu, yang diukir dengan menggunakan ujung mata pisau dan
kemudian dihitamkan dengan zat pewarna yang diperoleh dari alam ataupun, dengan
memanaskan logam dan diasah ke tulisan yang telah terukir, sehingga menimbulkan
efek gosong(warna hitam).
C. Aksara Karo dalam sejarah dan tradisi Karo
Silsilah Aksara Karo |
Dipercaya,
aksara Karo yang sering juga disebut surat Aru(Haru) ini merupakan
aksara yang diturunkan secara langsung dari aksara Palawa(wenggi),
rumpun dari aksara Brahmi yang berkembang di India bagian selatan. Dimana masuknya
ke nusantara juga ke Aru diperkirakan sekitar awal abad I(pertama), dibawa
langsung oleh bangsa Tamil bersamaan dengan masuknya kepercayaan Hindu(Senata
Dharma) yang di Karo dikenal dengan Pemena(agama asli Karo, pemena = awal,
pertama). Namun, ada juga yang melontarkan pendapat yang berbeda. Dimana
dikatakan bahwa aksara ini sebenarnya turunan dari aksara Nagari(Devanagari),
yang merupakan rumpun dari aksara Brahmi yang berkembang di India bagian utara,
yang masuknya ke nusantara sekitar abad ke-5 bersamaan dengan masuknya ajaran
Budha.
Aksara dan bahasa
Karo juga
diyakini pernah eksis dan menjadi tulisan dan bahasa umum yang dipergunakan di
beberapa wilayah Sumatera bagian utara, timur, dan tengah. Atau dengan kata lain, aksara dan bahasa
resmi dimasa kejayaan kerajaan Aru.
Aksara
Karo, dalam kehidupan masyarakat Karo, selain dipergunakan sebagai media
komunikasi(surat menyurat), juga dipergunakan sebagai ragam hias, menuliskan pustaka(kitab), cerita, dan lain
sebagainya. Beberapa turi-turin(cerita
asal usul) merga bahkan diketahui pernah ditulis dalam cakap dan juga aksara
Karo, seperti Pustaka Kembaren, Pustaka
Ginting, dan Hikayat Hamparan Perak(Sembiring
Plawi).
Secara
konkrit, mulai akhir tahun 1880-an, segala urusan kebata-kan dan penunjukan kountrolir, serta hukum di Dusun(Karo
Jahé/Deli-Serdang) disusun dalam cakap Karo. Di tahun 1909, sultan Deli
menandatangani hukum adat peradilan Dusun yang diselenggarakan oleh
Westenberg(kountrolir) atas permintaan para pemimpin Dusun diterjemahkan dalam
cakap Karo. Bahkan mungkin juga dalam aksara Karo!
Diketahui
juga, di tahun 1887 para guru tradisional di Karo Jahé mengajar baca dan
menulis bahasa daerah masih dibayar
dengan mata uang emas(dirham/draham)[..].
Ini merupakan salah satu bentuk konfirmasi akan eksistensi aksara dan bahasa
Karo dimasa lampau. Bahkan, hingga kini di beberapa daerah di Deli-Serdang,
Langkat, dan – tentunya di Kabupaten Karo masih ada mata pelajaran daerah,
yakni Aksara Karo.
Dalam turi-turin
Karo sendiri, setidaknya ada dua tradisi sub-merga yang ada kaitanya dengan aksara, seperti pada tradisi Sembiring
Gurukinayan dan Peranginangin Sinurat.
Dalam
tradisi Sembiring Gurukinaya, diceritakan bahwa salah satu keturunan dari
Megit[-dan] Brahmana yang bernama Mbulan Brahmana(cikal bakal Kesain Rumah' Mbulan Tanduk, Kabanjahe)
saat melakukan perjalanan menemukan sebuah buluh
kayan ersurat(bambu bertulikan ilmu bela diri) yang kemudian menetap,
membuka kuta(kampung, permukiman), dan mengajarkan mayan(silat). Sehingga,
dikemudian hari keturunannya disebut Gurukinayan yang kini menjadi salah satu
sub-merga Sembiring Gurukinayan.
Beda
hal dengan apa yang diceritakan pada tradisi Peranginangin Sinurat.
Diceritakan, Peranginangin Sinurat ini merupakan juru tulis dari Raja Urung
Peranginangin Pincawan di Perbesi, sehingga keturunannya disebut sinurat(si = si, yang, dia; nu/ni
= yang, melakukan; surat = menulis; sinurat = yang menuliskan ataupun juru tulis) dan kini menjadi sub-merga Peranginangin Sinurat. Download full versi PDF
bersambung...
No comments:
Post a Comment
Mejuah-juah!