Mejuah-juah.   Rudang Rakyat Sirulo Comunity    Mejuah-juah.
    <--> MEJUAH-JUAH <-->

    Friday, July 19, 2013

    KBB (Karo Bukan Batak)

    KBB (Karo Bukan Batak)



    Karo Bukan Batak disingkat KBB, adalah sebuah pernyataan dan bahkan pergerakan yang dilakukan oleh kalak(orang) Karo yang mengganggap dirinya adalah seorang Karo sejati, baik secara geneologi(keturunan), maupun kalak tandang(pendatang) yang telah mengaku sebagai Karo dan mengamalkan adat istiadat Karo dalam segala aspek kehidupannya.

    Sebenarnya orang Karo tidak pernah mengtakan diri mereka Batak ataupun Batak Karo, namun, seiring masa entah mengapa generasi Karo dikemudian hari memandang mereka sebagai Batak(Batak Karo) bukan Karo yang sejati. Padahal, jika kita membaca buku  'MENGENAL "ORANG KARO"' yang merupakan rangkuman dari cerita-cerita, tradisi, catatan sejarah, opini, dan pernyataan tokoh-tokoh Karo dan non-Karo, jelas menyimpulkan kalau Karo bukanlah sub-etnis Batak, ataupun KARO BUKAN BATAK (KBB).

    Gaung gerakan ini sebenarnya sudah mulai muncul di era kolonial, berlanjut saat penetapan nama GBKP(Gereja Batak Karo Protestan) di tahun 1941, yang sebelumnya bernama Gereja Karo. Dan, di era 70’an muncul kembali, namun lekas padam yang diyakini karena para pejuang identitas ini mengalami keterkucilan dan tekanan. Dan, memasuki abad 21 kembali muncul dan sebagai puncaknya memasuki tahun 2010 hingga sekarang. Sadar akan perjuangan yang sulit, dimana satu pejuang Karo memperjuangkan identitasnya dan lekas akan dibantah oleh sepuluh yang mengaku Karo, sehingga seakan mereka(pejuang identitas) ini di cap - provokator dan pemecah belah Karo(upaya untuk menekan mereka), maka para pejuang identitas ini lebih memilih jalur pengenalan budaya dan penerangan kepada generasi muda Karo melalui media-media online(mengingat di media online tempat anak muda berkumpul)  atau sering disebut 'gerakan moril'.

    Dalam pandangan dan penekanan mereka, yakni: Karo adalah suku yang berdiri sendiri yang didasarkan pada tradisi(sejarah asal usul), fakta, dan logika, bukanya sebagai sub-suku yang didasarkan hanya pada tradisi dari suku lain dan opini publik yang sengaja dibangun. Dan, begitu pula dengan identitas Karo itu, yang berdiri sendiri tidak terkontaminasi atau diturunkan dari suku lain, sehingga dikatakan Batak Karo adalah sebuah kekeliruan dan pengkerdilan terhadap Karo dan segala yang berkaitan dengan Karo itu.

    Kalau Karo mengaku Karo - lah dan jadilah Karo sejati. Kalau Jawa mengakulah Jawa. Kalau Melayu, Batak, Minang, Aceh, Flores jadilah juga sejati. Itulah prinsip dari para pejuang identitas Karo ini, bukan identitas yang ambigu dan identitas yang dilabelkan oleh pihak asing(diluar Karo). Mejuah-juah(bpsm).


    Sunday, July 14, 2013

    Buku: Mengenal Orang Karo Jelas Menyuarakan KBB


    Mengenal Orang Karo : Roberto Bangun (1989)
    Buku: Mengenal Orang Karo, Oleh: Roberto Bangun


    Buku “MENGENAL “ORANG KARO””  oleh: Roberto Bangun(1989), yang merupakan rangkuman dari cerita, fakta sejarah, tradisi, ulasan, terkhususnya pernyataan dari tokoh-tokoh Karo dan non-Karo jelas menyatakan bahwa Karo Bukan Batak(KBB), namun mengapa generasi muda Karo dimasa sekarang ini malah mengaku dirinya adalah Batak?

    Berikut isi dari buku “MENGENAL “ORANG KARO”” oleh: Roberto Bangun.

    1.    Sambutan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi: Soesilo Soedarman(hal depan setelah sampul)
    2.    Sekapur Sirih, dari penyusun: Roberto Bangun(hal. D – E)
    3.    Sambutan Ketua I Yayasan Adat Budaya Karo Sumatera Utara: Drs. Teridah Bangun(hal. F – H)
    4.    Sambutan: Makmur Perangin-angin Bangun Mulia (hal. I)
    5.    Sepatah Kata: Djaja Sembiring Pelawi(Yayasan Pendidikan Bangun)(hal. J – K)

    (BAB I)
    6.    MENGENAL MASYARAKAT KARO: Pendahuluan (hal. 1 – 5)
    7.    Silsilah Si Raja Batak (hal. 6 )
    8.    Sitor Situmorang: “Marga Merupakan Organisasi Tertinggi Dalam Masyarakat Batak” dan “Kerajaan Batak Tidak Ada.” (dari: Majalah Batak dan Pariwisata, Medan 1986)(hal. 7 – 8)
    9.    Gbr. Rumah Adat Karo di Desa Susuk(1967) dan Gerbang TAHURA BB(Foto: Nelson Karo-karo)(hal. 9)
    10. SILSILAH MERGA DAN BERU ORANG KARO DAN CABANGNYA (hal. 10 – 19)
    11. SEJARAH SUKU KARO (oleh: Biak Ersada Ginting) (hal. 20 – 35)
    12. LEGENDA SUKU KARO/DARI PAGARUJUNG (dari terjemahan Pustaka Kembaren oleh J.H. Neumann, Raya, Agustus 1926) (hal. 36 – 43)
    13. “Karomergana”, oleh: H. G. Tarigan (hal. 44 – 47)

    Surat dari Prof. Masri Singarimbun kepada Roberto Bangun (Mengenal Orang Karo: Hal. 50)
    Surat dari Prof. Masri Singarimbun
     BAB II: Beberapa alas an orang Karo bukan sub Batak
    14. “Turang” bukan dari Tapanuli, oleh: Tiarta Sebayang, SE (Dept. Keuangan Jakarta Pusat) (hal. 48)
    15. Terlampir Surat keterangan dari Kepala desa Perbesi: Ingan Pulung Sinulingga tentang identitas Karo, dan dalam catatan kaki surat senada juga di – kirimkan kepada Roberto Bangun dari Kepala Desa Sukajulu, Pernantin, dll, tertanggal 30 Maret 1989. (hal. 49)
    16. Surat Keterangan dari: Prof. Masri Singarimbun, tertanggal 20-5-1989(hal. 50)
    17. Surat Penjelasan dari H. Neumann(Putra J. H. Neumann) dengan kepala surat: “Handmolen 18, 1035 AP Amsterdam, Nederland.” Tertanggal 15 Juni 1989 (hal. 51 – 52)
    18. “Adakah Kesenian Tradisional Batak?”, Oleh: Edi Nasution. Dari Majalah TEMPO, 7 Oktober 1989(hal. 52)
    19. Surat: Biak Ersada Ginting(Hal. 53 – 54)
    20. KARO DALAM PERGAULAN NASIONAL, oleh: T. K. Purba (hal. 55 – 60)
    21. “Masyarakat Karo Tak Pernah Berkepercayaan Batak”. Oleh: H. Djamaludin Tarigan (hl. 61 – 64)
    22. “Suku Karo Bukan Bagian Suku Batak”. Jumpa pers H. Djamaluddin Tarigan dan Manager PRJ, Jakarta 1989(juga dimuat di Harian Jayakarta)(hal. 65 – 68)
    23. Penjelasan mengenai identitas Karo dari tokoh-tokoh Karo, seperti: Drs. Teridah Bangun, Tengku Lukman Sinar, Ir. Budhi K. Sinulingga, Mohamad Said(Pimpinan Umum Waspada),  Pdt. A. Ginting Suka, S. Th(Moderamen GBKP), Pdt. E. P. Ginting, S. Th, DPS(cand), Sakti Slamet S., H. Neumann  (hal. 69 – 85)
    24. Foto-foto(hal. 85 – 91)

    Surat dari Kepala Desa Perbesi: Ingan Pulung Sinulingga kepada Roberto Bangun (Mengenal Orang Karo: Hal. 49). Surat senada juga dikirimkan oleh: Kepala Desa Suka Julu, Pernantin, dll.
    Surat dari Kepala Desa Perbesi
    BAB II
    25. ETIMOLOGI BAHASA TIDAK DIPERHATIKAN PENGARANG – PENELITI DAHULU DAN SEKARANG MENGENAI “KALAK KARO.” ??? (hal. 92 – 96)
    26. Pengertian Masyarakat Karo (hal. 97 – 99)
    27. Lokasi Domisili Mayoritas Karo (hal. 99 – 101)
    28. Hasil Perkawinan Orang Umang (hal. 101 – 102)
    29. Kerajaan AROE Digempur (hal. 102)
    30. Bangsa Karo Terikat Satu Bahasa (hal. 102 -105)
    31. Pengaruh Aceh Di Tanah Karo (hal. 106 – 107)
    32. Belanda Ke Tanah Karo (hal. 107 – 108)
    33. “PERJUANGAN ORANG KARO MELAWAN BELANDA”. Oleh: DR. Ir. Pirman Bangun, M. Sc.(hal. 109 – 111)
    BAB IV
    34. Beberapa Bagian Adat Istiadat Karo (hal. 112 – 140)
    35. SEDIKIT CATATAN TENTANG UPACARA – UPACARA DI DAERAH KARO. Oleh: T. S. Unggas P. K. (hal. 141 – 145)

    BAB V
    36. KEBUDAYAAN DAN BUAH AKAL MANUSIA KARO (hal. 146 – 154)
    37. RAGAM HIAS ORNAMEN KARO. Oleh: Adrianus G. Sitepu (hal. 155 – 171)
    38. Kerajinan Tangan (hal. 172 – 173)
    39. Foto-foto (hal. 174 – 175)

    BAB VI
    40. AKSARA, HARI, BULAN, WAKTU, DAN ARAH MATA ANGIN (hal. 176 – 184)

    BAB VII
    41. SIKAP LAKU ORANG KARO DAN PANCA SILA (hal. 185 – 192)

    BAB VIII
    42. PENUTUP (hal. 193)
    43. SUMBER BACAAN (hal. 194)
    44. DAFTAR NAMA KECAMATAN DAN DESA-DESA KARO DI DATI II DELI SERDANG (hal. 195 – 196)
    45. Foto-foto.




    Dari H. Biak Ersada Ginting kepada Roberto Bangun(Mengenal Orang Karo: Hal. 53-54)
    Demikianlah isi dari buku “MENGENAL “ORANG KARO”” yang dirangkum oleh: Roberto Bangun, dari tradisi, informasi, fakta sejarah, dan keterangan tokoh-tokoh Karo dan non-Karo yang jika disimpulkan, tidak ada yang memberi kesimpulan bahwa Karo adalah sub Batak. Jadi, dari buku ini dapat kita simpulkan bahwa dari catatan sejarah, opini, tradisi, logika, dan penegasan dari tokoh-tokoh Karo dan non-Karo, bahwa KARO BUKAN BATAK (KBB)!


    Sitor Situmorang: "Marga Merupakan Organisasi Tertinggi Dalam Masyarakat Batak" dan "Kerajaan Batak Tidak Ada" dimuat dalam: Majalah Budaya Batak dan Pariwista, Medan 1986



    Sunday, July 7, 2013

    Buluh Awar: Kota Suci Bagi Umat Kristen Karo Yang Hampir Terlupakan



    Gerbang untuk menuju Buluh Awar dari Simpang Pasar Baru
    Mejuah-juah. Tidak banyak orang yang tahun dimana posisi pastinya Buluh Awar, bahkan sejarah yang pernah ditorehkan oleh salah satu desa di Kabupaten Deli Serdang ini. Saya sendiri pernah beranggapan kalau Buluh Awar ini terletak di dalam wilayah Kabupaten Karo yang berbatasan dengan Nangro Aceh Darulsalam(NAD) atau bahkan dengan Kabupaten Langkat, walau-pun tidak jarang didalam keluarga, Buluh Awar ini menjadi topik pembicaraan. Demikianlah yang terjadi pada Buluh Awar, dimana posisinya kian hilang dari perbincangan, sehingga semakin tidak dikenal, bahkan dilupakan oleh generasi Kristen Karo sendiri.
    Dimanakah Buluhawar itu?

    Desa Buluh Awar merupakan salah satu desa kecil di Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang dan merupakan salah satu desa terpencil dan tertinggal. Mengapa? Ya, beberapa yang menjadi tolak ukurnya yakni tidak tersedianya sarana transportasi umum, akses jalan yang tidak terawat, semakin sepi karena ditinggalkan warganya, serta jaraknya yang jauh dari desa-desa sekitarnya dan jalan lintas. 

    Padahal, jika kita berbalik ke sejarah masa lampau, Buluh Awar merupakan jalur perlintasan dan juga tempat persinggahan orang-orang yang ramai lalu lalang dari Pesisir Timur Sumatera menuju dataran tinggi Karo dan sebaliknya(Lalu lintas Perlanja Sira/pemikul garam). Informasi serupa juga saya peroleh dari salah satu orang tua di desa Bukum yang juga merupakan perpanjangan lalu lintas ke dataran tinggi di masa lampau(Cingkam Pass), sehingga, tidaklah salah jika H. C. Krujt yang kala itu didatangkan oleh Deli Mascapij untuk mengkristenkan Karo melalui  Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG) memilih Buluh Awar(1 Juli 1890) menjadi pos untuk memulai misinya untuk menyebarkan injil kepada masyarakat Suku Karo terkhususnya di kawasan dataran tinggi Karo(Karo Gugung).

    Menjadi saluran berkat...

    Namun, apakah ini suatu kebetulan? Maksud saya, bahwa karena posisinya yang strategis membuat Buluh Awar ini menjadi pilihan utama didirikannya Pos Pekabaran Injil(PI) pertama bagi masyarakat Karo. Tentunya tidak demikian. Karena jika misinya untuk Karo Gugung, maka posisi Bukum, Cingkem, Pernengen, dll tidaklah kalah strategis saat itu. Tetapi iman kekristenan kita harus berkeyakinan bahwa Tuhan Yesus-lah yang telah meletakkan dasar firman-Nya di Buluh Awar dan memakainya sebagai saluran berkat kepada masyarakat Karo.

    Saluran Berkat? Karena kita sadari dan akui, misi zending yang awalnya lebih bernuansa politis saat itu dikemudian hari membawa dampak positif yang besar bagi perkembangan masyarakat Karo, baik itu dalam bidang ekonomi, pertanian, pendidikan, kesehatan, kebudayaan, dlsb. Sehingga apa yang terjadi terhadap Buluh Awar dewasa ini adalah sebuah dilemma, dimana sebuah tempat yang menjadi saluran berkat dan pernah menorehkan sejarah manis bagi sejarah perkembangan terkhususnya kekeristenan Karo tanpak semakin kabur dan bahkan terlupakan.

    Situs rohani bagi umat Kristen...


    Saat team napak tilas GIKI menuju Buluh Awar[25/6/2013]Dalam sebuah arikel yang dimuat di Harian Sinar Indonesia Baru(SIB) berjudul: “GIKI Ingin Wujudkan Desa Buluhawar Jadi Tempat Berdoa Umat Kristen Sumut” secara umum tidak mendapat respon dari para pembaca yang notabene-nya kebanyakan umat Kristen. Bahkan jika lebih khusus lagi kepada umat Kristen Karo, juga tidak ada respon, dan walaupun direspon lebih kepada kecurigaan. Ini membuktikan, kalau Buluh Awar itu memang benar-benar kurang dikenal dan mulai terlupakan, akibatnya direspon dengan keliru. Dengan demikian, cita-cita untuk mewujudkan Buluh Awar sebagai tempat berdoa bagi umat Kristen di Sumut atapun konsep Kota Suci Buluh Awar bagi Umat Kristen Karo akan semakin sulit untuk diwujudkan. Padahal, seperti apa yang dikemukakan oleh Pdt. Edi Suranta Ginting dalam pesan singkatnya, yang jika saya menterjemahkannya, demikian: “andaikata setiap orang Karo mengenal Buluh Awar dan berkunjung ke Buluh Awar, maka pasti akan banyak lahir gagasan-gagasan untuk mengembangkan kota itu.” Orang Karo, dalam hal ini tidak hanya terbatas pada kelompok-kelompok yang dari awal hingga kini dilibatkan dalam perkembangan Buluh Awar (Kelanjutan NZG dan masyarakat Buluh Awar baik yang masih tinggal disana maupun yang merantau), akan tetapi melibatkan sekala yang lebih luas, yakni: Umat Kristen Karo dari semua denominasi gereja, masyarakat Karo dimanapun berada, dan pemerintah yang kesemuanya memiliki keterbebanan, rasa tanggung jawab, dan semangat untuk mewujudkannya. Yang dituntut dalam hal ini, adalah kesehatian dan kesetiaan seluruh masyarakat Karo dari seluruh lapisan dan golongan dan saling menghormati agar cita-cita menjadikan Buluh Awar tempat berdoa dan bahkan kota suci bagi umat Kristen Karo khususnya dapat terealisasikan dengan cepat.


    Ajaran Alkitab untuk menghargai dan 
    menghormati pendahulu...

    Dalam ajaran Alkitab, jelas diterangkan bahwa kita ditugaskan untuk menghargai pendahulu kita. “Satu contoh dari Perjanjian Lama ialah kitab Tawarikh. Kitab Tawarikh isinya adalah pengulangan kisah Raja Daud, Raja Salomo dan raja-raja Yehuda lainnya. Yang membedakan kitab Tawarikh dan kitab Samuel dan kitab Raja-raja ialah bahwa di dalam kitab Tawarikh tidak diceritakan kelemahan dan kekurangan Raja Daud dan Raja Salomo. Kejatuhan Raja Daud ke dalam dosa perzinahan dengan Batsyeba tidak diceritakan dan kelemahan Salomo dengan seribu wanitanya juga tidak diceritakan. Mengapa? Oleh karena kitab Tawarikh adalah kitab pendidikan untuk orang Israel. Sebagai kitab pendidikan, maka yang ditonjolkan ialah kebaikan-kebaikan dari leluhur mereka.

    Dalam Perjanjian Baru juga ada contoh yang bisa menjadi pelajaran bagi kita. Jemaat yang tertua dan yang pertama ialah jemaat Yerusalem dengan sokogurunya Yakobus. Jemaat yang kedua atau yang lebih muda ialah jemaat Antiokhia dengan tokohnya Rasul Paulus. Jemaat Antiokhia dan Rasul Paulus tetap memberikan penghargaan dan penghormatan terhadap jemaat Yerusalem. Rasul Paulus tetap menunjukkan sikap hormatnya kepada Yakobus dan jemaat Yerusalem dengan tidak menilai kekurangan dan kelemahan jemaat Yerusalem(esg/sinalsal)”. Maka kita dapat menyimpulkan bahwa menghargai dan menghormati pendahulu kita adalah suatu kewajiban! Melupakan jasa pendahulu adalah beroleh keterpurukan, maka oleh karena itu diharapkan tumbuh kesadaran sama-sama memiliki, sama-sama berkewajiban, dan sama-masa berperan dalam mewujudkannya. Mejuah-juah TUHAN YESUS Si Masu-masu. 
           

    Thursday, July 4, 2013

    Buluh Awar: Kota Suci Bagi Umat Kristen Karo

    Saat acara napak tilas GIKI di Buluh Awar
            Pekan Persekutuan Tingkat Sinode – Gereja Injili Karo Indonesia (PTS – GIKI) 2013 telah usai. Serangkaian kegiatan dari napak tilas penginjilan pertama kepada masyarakat Karo, seminar hiv/aids, aksi sosial, doa bersama, pemilihan pengurus untuk priode 2013-2016, KKR, perayaan HUT GIKI ke-21, sidang sinode, dlsb yang selama sepekan terus berlangsung[25-29/6/2013] sukses dilaksanakan. Selamat bekerja dan selamat melayani bagi pengurus baru yang telah terpilih.
             
               Disela-sela agenda yang padat dalam PTS GIKI 2013 yang diselenggarakan di Taneh Karo, tidak jarang saat waktu senggang, saat bercengkramah dengan peserta PTS, Pdt. Edi Suranta Ginting yang menjabat Ketua Sinode GIKI dan juga masih dipercayai untuk mengemban jabatan tersebut untuk priode 2013-2016 mengemukakan pemikirannya akan konsep dan konteks kota suci bagi beberapa kelompok agama dan aliran, semisalnya Judhismen yang menempatkan Jerusalem sebagai kota suci bagi penganut Jahudi, Vatikan bagi umat Katolik, Mekkah dan Madinah bagi umat Muslim, dlsb dan dalam pemahaman beliau, Buluh Awar juga dirasa layak diperlakukan untuk hal demikian oleh umat Kristen Karo(Gereja Karo), mengingat Buluh Awar adalah titik awal dimana injil pertama kali diperkenalkan dan menyebar ke wilayah Karo dan kepada masyarakat Suku Karo.

    Awalnya saya hanya menganggap apa yang beliau kemukakan ini hanyalah sebuah kerinduan untuk mengangkat sebuah sejarah yang hampir terlupakan dan mungkin sengaja untuk dilupakan. Namun, beberapa kali beliau mengutarakan hal tersebut, dan sedikit dengan nada berat dan seperti sebuah beban yang bila saya menilainya sebagai sebuah ratapan, mengingat saat pelaksanaan Napak Tilas: Sehna Berita Si Meriah Man Kalak Karo [25/6/2013] yang diselenggarakan oleh Gereja Injili Karo Indonesia(GIKI) di Buluh Awar meninggalkan kesan yang amat mendalam(?). Setidaknya, cerita ini kembali beliau ualang saat istirahat menjelang makan malam dan setelah selesai Sidang Sinode[28/6/2013] saat beberapa peserta PTS dan beliau begadang setidaknya hingga pukul 02.00 wib, berlanjut keesokan paginya sebelum kembali ke Medan, beliau(ESG-red] kembali berpesan kepada saya untuk menyusun sebuah artikel yang membahas tentang “Buluh Awar Kota Suci Bagi Umat Kristen Karo(Gereja Karo)”, bahkan pesan singkat beliau melaluin inbox setidaknya dua kali pengiriman berisi tentang hal tersebut. Namun, hingga sekarang saya pribadi belum mendapat ide kemana(arah) dari artikel ini akan dibawa(?).
             
              Sedikit mengulang sejarah tentang Buluh Awar. Buluh Awar yang dalam sejarah kekeristenan Karo terkhususnya penginjilan ke dataran tinggi Karo merupakan sebuah titik awal. Dikatakan titik awal, karena pada 18 April 1890, H. C. Krujt dan Nicolas Pontoh yang sebelumnya bekerja di Tomohon, Minahasa(Sulawesi Utara) tiba di Belawan. 1 Juli 1890 kedua penginjil yang didatangkan oleh Deli Maskapij bekerjasama dengan Nederlandsch Zendeling Genootschap(NZG) ini akhirnya mendapat izin dan menetap di Buluh Awar dikemudian hari membuka Pos PI Pertama yang dikhususkan untuk pemberitaan injil kepada masyarakat suku Karo, dimana sebelumnya masyarakat Suku Karo terkhususnya yang berdomisili di dataran tinggi Karo belum mengenal Kristus dan masih hidup dalam kepercayaan nenek moyangnya(Pemena).

              Lokasi Buluh Awar dipilih karena posisinya yang merupakan jalur penghubung antara Dusun(Karo Jahé) dengan dataran tinggi Karo(Karo Gugung) dan merupakan tempat persinggahan bagi para pedagang yang sering disebut perlanja sira(pemikul garam) yang selalu melintasi jalur tersebut(mungkin inilah yang dimaksudkan dengan jalur lalu – lintas Cingkam Pass).

              Dari Buluh Awar, Pos PI kemudian berkembang membentuk pos-pos satelitnya, seperti:

    1. Guru Injil Benyamin Wenas di desa Salabulan.
    2. Guru Injil Johan Pinotoan di desa Sibolangit.
    3. Guru Injil Richard Tampenawas di desa Pernengenen.
    4. Guru Injil Hendrik Pesik di desa Tanjung Beringin.
    5. Pdt. H.C. Krujt dan Nicolas Pontoh di desa Buluh Awar.

              Selain dalam misi penginjilan, dari pos PI Buluh Awar ini juga berkembang menghasilkan berdirinya rumah zending, sekolah menulis dan membaca, pos pelayanan kesehatan, dlsb yang tentunya dikemudian hari memberi efek positif bagi perkembangan misi injil dan perkembangan masyarakat Karo khususnya, baik dibidang keagamaan, ekonomi, kesehatan, pendidikan, pertanian, dsb. Sehingga, muncul pertanyaan “apakah dengan demikian, Buluh Awar itu layak ditempatkan sebagai sebuah kota suci bagi umat Kristen Karo(Gereja Karo)?” Seperti apa yang dikemukakan oleh Pdt. Edi Suranta Ginting, atau “apakah kita menyadari hal tersebut?” maksud saya, bahwa efek yang dikemudian hari ditimbulkan oleh Pos PI Buluh Awar ini bagi perkembangan kekeristenan dan masyarakat Karo? Mejuah-juah TUHAN YESUS Si Masu-masu.