Mejuah-juah.   Rudang Rakyat Sirulo Comunity    Mejuah-juah.
    <--> MEJUAH-JUAH <-->

    Saturday, February 4, 2012

    Tenah Kerja .... Tumbuk Erdemu Bayu

    ........ Tumbuk Erdemu Bayu! Alangkah senang dan bahagia jikalau menerima undangan ataupun sekedar kabar berita “Tenah Kerja..... Tumbuk Erdemu Bayu” baik dari anggota keluarga ataupun sahabat kita. Namun, tahukah Anda makna sesungguhnya yang tersirat dalam kepala surat undangan pernikahan Karo tersebut?

              Kebanyakan dari kita tidak mau ambil pusing dan dengan gamblang akan mengatakan “itu menandakan undangan pernikahan!” Ya, memang benar! Tapi, apakah sudah sepenuhnya benar atau sudahkah kita yakin akan kebenaran dari pemahaman yang kita terima yang sudah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama ini? Hm.... Bagaimana? Atau mungkin, setelah membaca ini Anda merasa sedikit dibohongi, ataupun memilih tidak peduli saja? Hahahaha....

           Ok! Agar jangan membuat Anda bertanya-tanya apa sebenarnya maksud saya, ada baiknya saya mau sekedar mengingatkan(bukan menggurui ataupun mengajari) yang sedikit telupa, keliru, atau mungkin salah tulis tentang adat Nereh - Empo atau perjabun(pernikahan) dalam masyarakat Karo yang berkaitan dengan judul diatas(Erdemu Bayu) yang didasarkan pada jauh dekatnya(jarak) hubungan kekerabatan dari dua belah mempelai(calon pengantin/yang akan menikah), dimana dalam adat Karo dikenal dalam 4(empat) jenis pernikahan, yakni:

    1. Petuturken

    Petuturken, yaitu penikahan antatara dua belah pihak(laki-laki dan perempuan) yang dimana ayah si perempuan dan ibu si laki-laki, "bukan bersaudara!"(tidak se-merga/beru). Dalam adat Karo dikatakan: “mereka(si laki-laki dan perempuan yang ingin menikah) bukan [e-]rimpal” dan pernikahan yang seperti ini tidak dilarang asalkan mereka bukan erturang(satu merga ataupun sub-merga, kecuali pada beberapa sub-merga dari merga Sembiring dan Peranginangin), erturang sepemeren(tutur) dan erturang impal, atupun adanya perjanjian antara merganya(sub-merga) atau keluarga secara pribadi, seperti pada sub-merga Karo-karo “Sitepu” dengan sub-merga Peranginangin “Sebayang”.

    2. Erdemu Bayu

    Erdemu Bayu, adalah pernikahan yang dimana ayah si perempuan adalah bersaudara(baik ber-saudara kandung maupun se-merga, atau sub-merga) dengan ibu si laki-laki. Dalam adat Karo hubungan ini(si laki-laki dan perempuan) disebut “[e-]rimpal” Adat Karo sangat mendukung dan menyarankan hubungan(pernikahan) seperti ini! Dalam hal ini, si perempuan disebut dengan beru puhun atau lebih luas dikenal dengan beru singumban.

    3. Merkat Sinuan

              Merkat Senuan, adalah pernikahan antara perempuan yang kedudukan orang tuan dan keluarganya secara adat dalam keluarga si laki-laki yang hendak menikahinya dalah sebagai Puang Kalimbubu. Ataupun dengan kata lain, antara putri Puang Kalimbubu dengan Anak Beru Menteri-nya (anak beru mentri ayah si perempuan). Atau dengan kata lain, seorang laki-laki hendak menikahi impal dari impalnya(turangku-nya). Dalam adat Karo, hubungan mereka ini sesungguhnya dikatakan er-turangku, yang dimana ditabukan untuk berhubungan bahkan bersapaan-pun dilarang oleh adat(rebu).

               Pernikahan yang seperti ini dalam adat Karo sebisa mungkin sangat dihindari, namun dalam beberapa situasi dan keadaan pada zaman sekarang ini sudah dapat dimaklumi dan diterima walau oleh karena beberapa hal sebagai pertimbangan.

             Beberapa hal yang biasa menjadi alasam sehingga pernikahan semacam ini terjadi, adalah sebagai berikut.
    - Kalimbubu tidak menikahi putri dari Puang Kalimbubu
    - Kalimbubu tidak memiliki putra atau bahkan tidak memiliki putra yang seusia dengan putri Puang Kalimbubu untuk menikahi anak(putri) dari Puang Kalimbubu itu.
    - Kalimbubu tidak mempunyai putri untuk dinikahi(tidak ada impal kita), sehingga untuk terus menjalin silaturahmi dan terjalinnya terus hubungan kekeluargaan diusulkanlah untuk diadakan hubungan(pernikahan) merkat sinuan ini.
    - Perlajangen(perantauan) juga sering menjadi sebuah alasan hubungan ini dapat terjalin. Oleh karena tingal di tempat perantauan yang sama dan tidak ada pria atau wanita Karo ditempat mereka, sehingga untuk mempertahankan darah adat, alasan ini dapat dimaklumi.
    4. La Arus

           La [h-]Arus(tidak seharusnya, pantang, tabu, dilarang, dihindari) dalam masyarakat(adat) Karo seseorang menikahi(menikah) dengan turang(kecuali pada merga Sembiring dan Peranginangin), turang impal, ataupun turang sepemeren. Hal ini sangat dihindari bahkan dikatakan la arus(tidak seharusnya, tidak pantas), sehingga ada anekdot Karo mengataken “badau(saling memangsa)”, apalagi dengan turang baik se-merga, sub-merga, ataupun turang sepemeren(ibu bersaudara). Mungkin untuk turang sepemeren ini, yang dilarang adalah se-pemeren yang masih dalam satu darah keturunan(ibu bersaudara kandung atau setidaknya satu kakek) walaupun demikian sebisa mungkin ini juga sangat dihindari.

          Yups! Itulah empat jenis pernikahan pada masyarakat Karo jika ditinjau dari Orat tutur(sistem kekerabatan) yang berdasarkan jauh dekatnya(jarak) hubungan kekerabatannya.

            Bagaimana? Apakah pernikahan Anda juga “Erdemu Bayu” atau Anda merasa ditipu atau dibohongi oleh si-pengundang dengan mengatakan kerja perjabun(pesta pernikahan)-nya merupakan kerja perjabun erdemu bayu? Hehehe.! Tidak usah marah, karena itu sudah menjadi sebuah kekeliruan yang lazim.! Lazim?

             Namun, pertanyaanya adalah “Apakan kekeliruan itu akan terus kita pelihara?” Ingat, sedikit kekeliruan mengacu untuk membuat kekeliruan yang lebih besar! Seperti pepatah mengatakan “Sedikit demi sedikit, lama-lama jadi bukit” Hari ini, identitas Karo yang kabur oleh karena pengaruh kepercayan(kepercayaan yang pragmatis) dan bicara(kebiasaan), mungkin besok adat Karo itu yang benar-benar hilang oleh tidak adanya pengetahuan tentang adat Karo yang asli(sebenarnya) dan tidak adanya rasa kecintaan, menghormati, dan keterbebanan untuk mempelajari dan melestarikan, seperti yang diutarakan oleh M. Ukur Ginting: ‘Akar Silo’ taau “Adat Karo Sirulo”. Mejuah-juah! Bujur!  

    Skema Pertuturen Karo


    Wednesday, February 1, 2012

    Kayo (taka)

    Kayo, adalah taka ataupun tek-tek(ind: potongan) bagian-bagian jukut(daging) dan tulan(tulang) dari tubuh hewan yang dipotong dalam sebuah lakon/kerja-kerja(ind: acara, pesta, hajatan) dalam masyarakat Karo, baik itu kerja nereh-empo(pernikahan), idilo Dibata/simate-mate(kematian), mengket rumah si mbaru(masuk rumah baru), dll.

    Pembagian kayo ini didasarkan atas kundulen(kedudukan dalam adat) sipenerima kayo itu dalam keluarga si pemberi(si er-kerja/yang memiliki hajatan).

    Dalam pelaksanaanya saat ini, kayo yang dibagikan hanya ada tiga bahagian, yaitu: (1)tulan putur: yang diberikan untuk kelompok Kalimbubu, (2) tulan ikur: untuk kelompok Anak Beru, dan (3) tan baju: yang diberikan untuk kelompok Penggual(pemusik, protokol, panitia dalam hajatan).!

    Pada zaman dahulu(masa adat siadi), kayo yang dibagikan ada sebanyak dua puluh(20) bagian, adapun ke-20 kayo itu, yakni:


    Kayo ataupun taka-taka(potongan) jukut(daging) dan tulan(tulang) dari hewan yang disembelih dalam sebuah hajatan Karo yang dibagi-bagikan.