Jalan menuju Desa Bukum, Kec. Sibolangit, Kab. Deli Serdang. |
Sabtu, 25 Mei 2013 betepatan dengan
Hari Raya Waisak Tahun 2557(Saka), jadi dalam kalender merupakan hari
merah(libur), sehingga kami memutuskan untuk melakukan kegiatan lintas alam
sekalian survey untuk rute napak tilas ‘sehna berita si-meriah man kalak Karo’.
Dari Medan kemacetan bukan main panjangnya sehingga untuk sampai di Simpang
Pasar Baru saja sudah pukul 11.25 wib.
Dari Sp. Pasar Baru (11.30 wib) kami
bergerak menuju Buluh Awar dengan mengendarai mobil dan sepeda motor melewati
jalan yang licin, berbatu, terjal, dan sangat rawan longsor, namun itu semua
dapat terobati dengan suguhan udara dan air yang segar, keindahan alam, dan
masyarakat yang kami temui yang ramah-ramah dan royal senyum. Sesampainya di
Buluh Awar kami beristirahat sejenak sembari memeriksa kondisi kendaraan kami
dan kemudian melanjutkan perjalanan dan beristirahat sambil makan siang di
Maertelu(13.23 wib).
Dari maertelu kami bergerak menuju
Bukum(14.18 wib) dan sampai di Bukum sudah pukul 14.45 wib sepertinya tidak
memungkinkan untuk melakukan perjalanan lagi, sehingga kami mengurungkan niat
kami dan menundanya hingga waktu yang dikemudian hari ditentukan.
Rabu (5 Juni 2013) hari yang
disepakati. Kami memutuskan bergerak
dari Bandar Baru menuju Bukum menggunakan ojek sepeda motor untuk mempercepat
gerak kami. Jadi, yang berangkat saya, bang Arnem Tarigan dan dua orang pemuda
berdarah Nias sahabat bang Arnem. Dari Bandarbaru hingga ke Maertelu jalanan
cukup bagus dan tidak ada masalah, namun memasuki simpang tiga menuju Bukum
kerusakan sudah mulai terlihat, dan semakin mendekati bukum akan semakin parah
lagi, dimana jalan berbatu-batu licin dan tajam, tergenang air yang deras,
longsor, dan kadang terdapat genangan air dan kubangan yang cukup tebal dan
dalam. Sungguh suatu pemamdangan yang sangat memilukan. (Sebelum lanjut membaca, ada baiknya kita dengarkan sejenal lagu berikut ini. :D)
Kebetulan dari tiga sepeda motor yang
berarakan tumpangan saya di baris paling belakang. Tiba-tiba saat melewati PLTA
yang diperuntukkan bagi Desa Bukum, ojek yang saya tumpangi bannya bocor,
sehingga, perjalanan harus dihentikan dan si-tukang ojek memutuskan kembali
untuk memperbaiki ban sepeda motornya, jadi saya harus menunggu di jalan.
Menunggu sejenak tidak ada juga kendaraan yang lewat, jadi, mengingat menunggu
adalah sebuah pekerjaan yang membosankan maka saya memutuskan melanjutkan
perjalanan saya sembari menunggu mungkin nanti ada kendaraan yang lewat.
Sekitar 500 meter berjalan, akhirnya
saya mendengar suara kendaraan yang semakin lama semakin mendekat. Sayapun
memperlambat langkah saya dan memang karena sudah mulai lelah berjalan dimana
saya harus menenteng tas yang lumayan berat dengan jalan yang menanjak dan
tergolong sangat rusak parah. Namun, ada keanehan pada kendaraan(mobil) yang
mendekat itu. Saat saya menoleh kebelakang, kendaraan itu tiba-tiba berhenti
(sekitar 30 meter dari saya). Kemudian saat saya melanjutkan perjalanan
kendaraan itu juga kembali bergerak dan saat kembai saya menoleh ke belekang
seketika kendaraan itu juga berhenti. Aneh! Saya tidak mau ambil pusing dan
kembali terus berjalan dan kendaraan itu-pun kembali berjalan di belakang saya.
Saat melewati persimpangan tiga (Sp. Selangge-langge) saya sudah keletihan dan
berat rasanya kaki ini untuk dilangkahkan maka saya putuskan berhenti sejenak
dan saat saya berirtirahan dengan perlahan kendaraan yang ditumpangi dua
orang(sepertinya suami – istri) itu semakin mendekat dan saat sudah sangat
dekat dengan saya, saya mencoba memberhentikannya dengan memberi kode dan
meminta tumpangan dengan berkata “Numpang Pak seh ku Bukum”, namun pandangan
tajam tidak bersahabat dari kedua orang didalam kendaraan itu dan mereka cuma
diam dan berlalu dari saya dan tinggalah saya sendiri ditengah hutan di
sepanjang jalan menuju Bukum. Rasa letih bercampur sedikit jengkel, dalam hati
saya berkata: “Ikh.. Sok naring kalak Bukum e. Sitik pe lalait bersahabatna.
Tek- kel aku kalak Karo ras kalak Kristen oh… Bage kepe genduari kalak Karo ras
kalak Kristen e me, sitik pe lanai lit rasa saling menolongna.”
Sedikit tenang dan tenaga saya juga
sudah mulai pulih, maka saya lanjut berjalan. Jujur sih seram dan takut
sendirian dihutan, dan tak henti-hentinya saya berdoa dalam hati saya, mana
teman-teman saya juga tak kunjung datang. Hehehe… Namun pemandangan, udara
segar, dan suara gemuruh air sedikit membuat saya merasa nyaman dan terhibur.
Tiba-tiba terdengar oleh saya suara
anak-anak yang berjalan semakin dekat dari arah berlawanan dengan langkah saya.
Dari kejauhan saya melihat beberapa anak-anak berpakaian putih - merah(seragam
SD) berjalan semakin mendekat. Tiba-tiba salah seorang dari mereka bertanya,
katanya: “Kemana, bang?”
Jawab saya: “Ku Bukum, dek! Ndauh
dengan ki Bukum e?”
Jawabnya: “Ndauh dengan, bang!” Sambungnya lagi dengan pertanyaan: “Ja nari
kin kam e ras erkai atendu ku Bukum?
Jawab saya datar sembari menarik
nafas panjang (maklum sudah keletihan): “Aku Medan nari, dek!” menghela nafas,
lalu: “Labo erkai pe, dalin-dalin saja.”
Lalu: “Piga nomor rumahndu, bang”
tanyanya lagi.
Kemudian seorang yang lain diantara
mereka bertanya dengan nada malu-malu kepadanya sambil curi-curi pandang ke
arah saya, katanya: “Man kadem kin e nungkun nomor rumah abang oh?”
Jawabnya: “Ikh.. Perlu, nak!” sambungnya
lagi: “Mana tau ku Medan kari aku, mapak, me banci ku darami abang e?” dengan
nada yang sangat meyakinkan dilanjut dengan tertawaan.
Mereka pun semua tertawa mendengar
jawaban yang dilontarkan sahabat mereka itu. Dan, saya juga ikut tertawa kecil,
lalu kata saya kepadanya: “No. 71, dek. Uai. Reh saja kam yah.”
Dan, rombongan anak-anak SD itu-pun
melanjutkan perjalanan mereka dengan tampak kegirangan, begitu juga dengan
saya. Rasa kesal dan letih sedikit terobati melihat semangat anak-anak SD ini
yang harus berjalan melewati rute yang menurut saya cukup berbahaya bagi
anak-anak untuk bisa bersekolah.
Perjalanan berlanjut. Nafas saya
sudah mulai berat, namun saya tidak mau dikalahkan oleh rasa letih karena
sedikit lagi(100 meter) tujuan saya akan sampai. Dan tiba-tiba terdengar suara
sepeda motor dari depan saya dan ternyata teman satu rombongan saya dari Bandar
Baru yang sengaja menjemput karena merasa sudah cukup lama menunggu saya.
Sesampainya di Bukum, kami berhenti
di sebuah kedai di depan SD Bukum istirahat sambil menunggu Pak. Barus yang
nantinya akan menjadi pemandu kami selama melintasi hutan-hutan dan sungai
sepanjang Bukum hingga Simpang Lau Debuk-debuk di Desa Doulu, Kab. Karo.
Sekitar 3 menit duduk di kedai itu,
kendaraan yang tadinya tidak mau saya tumpangi berhenti tepat didepannya dan
sepertinya mereka mengenal saya dan tak henti-henti menatap ke arah saya, namun
saya cuek saja dan menganggap tidak pernah melihat mereka. Tak hentinya kedua
orang itu menatap ke arah saja. Keakraban dalam pembicaraan kami di kedai itu
sepertinya memumbuhkan tanda tanya dalam hati mereka ‘siapa orang ini?’
Rasa penasaran dan sedikit bercampur
merasa bersalah dan malu tampak dari raut wajah mereka. Setidaknya itu yang
saya baca dari mimik wajah mereka.
Saat Pak Barus tiba, kami-pun memulai
petualangan yang cukup mendebarkan dan meletihkan yang mungkin akan saya
ceritakan nanti diwaktu yang berbeda. Sebelum berlalu dari Bukum saya sempatkan
tersenyum lebar kepada kedua orang tadi.
Mejuah-juah man banta kerina. :D
Baca juga: Gereja Karo akan berulang tahun
Jangan lupa!
ReplyDeleteNapak Tilas: "Sehna Berita Si Meriah Man Kalak KARO" dilaksanakan Selasa, 25 Juni 2013, yang akan mengambil start di Buluh Awar dan finis di Doulu.
Mejuah-juah, TYm. :D
http://arikokena.blogspot.com/2013/05/gereja-karo-akan-berulang-tahun.html
DeleteAppreciatte your blog post
ReplyDelete