“Dina Guittar
Wijngaarden” adalah istri
dari Pdt. J. Wijngaarden yang merupakan seorang pekabar injil(pendeta)
yang ditugaskan oleh Nederlansch Zending-genootschp(NZG)
untuk melakukan pelayanan Pekabaran Injil( PI) di daerah
perkebunan Hindia Timur di wilayah pesisir timur pantai Sumatera bagian Utara
unit PI Buluhawar. Sebelumnya, Pdt. J. Wijgaarden ini telah bertugas
di Pulau Sewu dekat Pulau Timor. Dan, beliaulah penginjil pertama yang membuka
sekolah missi pertama(yang emudian ditutup) dan berhasil melakukan babtisan
pertama kepada suku Karo (1. Sampe, 2. Ngurapi, 3.
Nuah, 4. Tala, 5. Pengarapen, dan 6. Tambar) tercatat tanggal 20 Agustus
1893, hingga beliau wafat tanggal 21 September 1894 dikarenakan penyakit disentri
saat dia baru melakukan perjalanannya di daerah Tanjung Beringin. Ada
isu yang beredar bahwasanya kematian Pdt.
J. Wijgaarden ini bukan murni karena penyakit “disentri” melainkan ada
yang berpendapat kalau beliau di bunuh oleh penduduk Tanjung Beringin dengan
cara guna-guna ataupun racun.
|
Dengan wafatnya
Pdt. J. Wijgaarden, otomatis posisi kepemimpinan pelayanan NZG di Dusun(Karo Jahé/Deli-Serdang) kosong, maka tugasnya
untuk sementara di lanjutkan oleh sang istri. Disinilah tampak keteguhan hati
seorang Dina Guittar, teruji! Hari-harinya dipenuhi dengan banyak tantangan,
sebagai seorang janda, beliau bukan hanya menjadi ibu tungggal bagi putranya
“Cornelius” melainkan juga bagi anak-anak babtis-nya dan kaum Kristen kecil
yang telah percaya. Bersama kaum pernandén(kaum ibu) yang sudah percaya, beliau
berjalan ke daerah-daerah sekitar Buluhawar sambil menggendong putranya Cornelius
untuk melakukan pelayanan injil serta kegiatan sosial. Tantangan seperti
gunjingan karena setatusnya yang janda, penolakan oleh masyarakat, serta teror
dari para guru mbelin(guru besar = orang yang pandai dalam segala hal, khusunya
agama, obat-obatan, racun, dan hal-hal mystis) yang tidak senang dengan
pekerjaan yang dilakukannya, membuat hari-harinya berat. Namun, itu terus
dilakukannya hingga kedatangan Pdt. M. Joustra kelak.
Walalupun
hanya dalam waktu yang singkat, keberadaannya diantara masyarakat Karo khususnya,
namun Dina Guittar telah banyak
melakukan perubahan terhadap pemahaman yang keliru (tidak relevan dengan
pri-kemanusiaan) di tengah-tengah masyarakat Karo, seperti: saat beliau
mendampingi suaminya (Pdt. J. W.) menyampaikan berita keselamatan (injil),
memperkenalkan metode-metode pengobatan secara medis, melakukan kegiatan
sosial, dan hal yang paling radikal ialah saat dia menentang kepercayaan lahir
nunda(cara membunuhan dengan cara halus, dimana bayi yang baru lahir
dengan ibunya meninggal duni saat melahirkannya di taruh di sisi ibunya dengan
alasan agar tendinya(hati, jiwa, rohnya) kelak tidak seperti merasa kekurangan(kegogon), maka dikatakan dia diberi
kesempatan untuk menyusu kepada sang ibu yang telah meninggal untuk terakhir
kalinnya dan kemudian jasad ibunya yang telah tiada itu dibalikkan denga bosisi
menindih sang bayi hingga tidak bernyawa) dan pengorbanan jiwa yang dianut masyarakat Karo, sehingga membuat
beliau dan suaminya Pdt. J. W., saat itu sangat dibenci dan dimusuhi baik oleh
para Guru
Mbelin maupun masyarakat(dan ini juga dikaitkan dengan kematian Pdt. J.
W.,).
Masih banyak hal-hal lain yang telah beliau lakukan di tengah-tengah
masyarakat Karo yang belum di ekspos ke publik... Hendaknya kisah-kisah hidup
dibalik misi PI ke masyarakat Karo lebih banyak lagi di ekspos ke masyarakat,
seperti halnya kisah Dina Guittar ini
yang dimana bisa dijadikan contoh teladan bagi kaum wanita Indonesia, khususnya bagi wanita-wanita Karo.
Hm....
Salut deh bwt ibu Dina Guittar Wijngaarden(Nandé
Cornelius), kyk’a dia layak’lh diberi penghormatan sebagai salah
seorang inspirator bagi wanita Indonesia, khususnya wanita Karo.. Bujur
ras Mejuah-juah.
No comments:
Post a Comment
Mejuah-juah!