Pur-pur Sagé adalah metode atau cara perdamaian ala masyarakat Karo, sering
juga dikatakan sebagai salah satu upacara adat Karo. Dikatakan upacara adat,
karena segala rentetan aktifitas dalam prosesi pelaksanaan pur-pur sagé
ini telah(diatur) secara adat-istiadat Karo, sehingga disebut upacara adat
perdamaian.
Pur-pur Sagé sendiri, perlu dilakukan apabila ada pihak yang bertikai atau
berselisih paham, baik orang perorang dalam satu keluarga atau dengan lainnya,
ataupun antar keluarga, kelompok(organisasi), kesain ataupun kuta(daerah),
maupun negara(kenjurun/urung ataupun kesebayaken), yang dimana
pertikaian itu telah berlangsung cukup lama dan mengganggu ketenangan baik
fisik, pikiran, hati, maupun roh-roh leluhur dan belum ditemukan kata sepakat
untuk berdamai. Sehingga, dalam satu pemikiran dianggap perlu dilakukan
musyawarah perdamaian agar situasi ini dapat kembali membaik dan jika telah ada
kata sepakat maka dilaksanakanlah pur-pur sagé sebagai suatu pertanda jalan
damai telah ditemukan serta dikukuhkan dalam satu upacara adat yang sakral. bersambung
“Itu rumah Malem!” Ataupun, “Ini pensil Joni!”
Dari dua kalimat yang diapit tanda petik dua diatas, adalah merupakan kalimat
pernyataan yang menunjukkan atau mengarah kepada ke-bendaan(“rumah” dan
“pensil”) yang masing-masing dimiliki oleh “Malem” dan “Joni”. Maka, jika dikatakan
“Ini(itu) tulisen(aksara)
Karo!” tentunya juga menunjukan benda yang kepemilikan atau
dimiliki oleh Karo(milik etnis Karo)!
Tulisen(aksara)
Karo, merupakan salah satu tulisan(aksara) kuno yang ada di nusantara
Tulisen(aksara) karo, adalah kumpulan tanda-tanda atau
karakter(simbol-simbol) utuk menyatakan sesuatu yang pemakaiannya dimengerti
dan disepakati, yakni: oleh masyarakat penggunanya, yaitu: masyarakat Karo itu
sendiri. Tulisen Karo merupakan milik dari masyarakat(etnis) Karo atau
dengan kata lain, tulisen yang tumbuh dan berkembang dimasyarakat(etnis) Karo
serta tersebar luas, dipergunakan, dan diajarkan(awalnya dengan bahasa
pengantar cakap Karo) di ruang lingkup Karo yang dulunya meliputi pesisir timur
di Sumatera(Oostkust van Sumatera) bagian utara dan dataran tinggi
Karo yang terbentang luas diatas pegunungan Bukit Barisan. Lihat tabel Tulisen
Karo berikut! bersambung...
Jika ditinjau dari segi bahasa, senina
disusun dari dua suku kata: se dan nina.
Dimana, se yang berarti : yang, sama, satu; dan nina:
kata[-nya] ataupun pendapat[-nya]. Jadi, senina: yang [memiliki-] satu
pendapat(sependapat, sepaham, seia sekata). Dalam buku “Adat Karo Sirulo”,
Malem Ukur Ginting mengemukakan bahwa, senina ialah “orang-orang
yang satu merga namun lain cabang(sub-merga) dengan kita.”
Dalam pengertian sehari-hari, senina mengandung
artian: persaudaraan(kekerabatan) yang sama(secara gender), misalkan: laki-laki
dengan laki-laki; ataupun perempuan dengan perempuan, karena, jika
berbeda(perempuan dengan laki-laki) bukan senina, melainkan [er-]turang!
Namun, yang lebih menjadi penekanan disini adalah, adanya suatu kesamaan atau
kesepahaman. bersambung...
Pada dasarnya, masyarakat tradisional Karo adalah masyarakat
yang agraris. Agraris dalam artian, hampir segala aktifitasnya berkaitan
dengan kehidupan alam dan pertanian (mata pencarian mayoritas masyarakat Karo
adalah bertani), sehingga untuk mencapai kesejahtraannya dibutuhkan keuletan
dalam mengelola tanah sebagai media dasar dalam kegiatan bertani.
Dalam perjalanannya sebagai masyarakat yang agraris, untuk memaksimalkan hasil dari
pengolahan tanah (bertani) yang dilakukan, maka masyarakat Karo bukan
hanya(telah) mampu menciptakan alat-alat pertanian(alat pertanian tradisional)
untuk mengolah tanah, namun juga dalam hal pemberdayaan bibit unggul, pemilihan
jenis tanaman, dan perawatan tanaman, tetapi juga telah mampu telah melakukan
prediksi tanam (kapan saat menanam dan kapan saat menuai yang tepat/cocok) agar
mencapai hasil yang maksimal. bersambung...
Anak Si kucing Hitam http://arikokena.blogspot.com/2012/04/anak-si-kucing-hitam.html
Di sebuah tempat pusat pembuangan
sampah kota di pinggiran kota, lahirlah seekor anak kucing yang sangat cantik
dan munggil. Rupa yang cantik dan mungil membuatnya disukai oleh hewan-hewan
ditempatnya. Namun, anugrah kecantikan yang diterima bukan membuatnya
mensyukuri apa yang diberikan kepadanya, malah membuat si anak kucing itu
menjadi angkuh dan sombong, bahkan rupa yang cantik membuat dia malu mengakui
induknya yang memiliki rupa hitam dan tampak kumuh
tidak seperti dirinya yang cantik dan berkilau. Tapi, walaupun demikian
induknya tetap sayang dan melindunginya dengan penuh kasih dan ketulusan. bersambung...
Tulisen(aksara)
Karo merupakan salah satu aksara(tulisan) kuno yang ada di
nusantara, yang tumbuh – berkembangnya, serta dipergunakan secara meluas di
wilayah-wilayah Karo, yang meliputi daerah Pesisir Pantai Timur Pulau
Sumatera di bagian Utara dan Tengah, serta dataran tinggi bukit barisan di
utara pulau Sumatera(pegunungan Karo).
Tulisen(aksara)
Karo, diklasifikasikan dalam golongan abugida, yang dimana setiap
bunyi dapat dilambangkan secara mutlak(akurat/pasti), yang terdiri dari indung
surat(huruf induk/huruf utama yang jumlahnya 21 surat) merupakan
pelambangan dari konsonan walau dalam pengejaanya selalu diikuti oleh
bunyi “a”, kecuali pada dua indung surat, yakni: “i” dan “u”. Seperti halnya abugida
lainnya, selain indung surat sebagai karakter huruf utama, dalam
tulisen(aksara) Karo juga ada anak surat yang berfungsi sebagai diakritik.
bersambung...
Jika kita berbicara tentang
Brahmana, mungkin langsung yang terpikir di benak kita adalah salah satu dari
empat kasta dalam agama Hindu(Kasta disebut dengan Warna (Sanskerta:
वर्ण; varṇa). Akar kata Warna yang
berasal dari bahasa Sansekerta berarti "memilih (sebuah kelompok)".
Dalam ajaran agama Hindu. Adapun empat kasta dalam ajaran agama Hindu: Sudra (budak), Waisya (pedagang), Kesatria(pemerntahan), dan
Brahmana (rohaniawan)). Namun, yang ingin saya bahas kali ini bukanlah
Brāhmana(golongan rohaniawan atau sering disebut Brahmin atau Sarma) yang ada dalam agama
Hindu, melainkan Brahmana yang ada dalam salah satu dari sub-merga Sembiring
dari Merga Silima(1. Karo-karo, 2. Ginting, 3. Tarigan,
4. Sembiring, dan 5. Peranginangin) dalam masyarakat Karo. bersambung...
Siapa yang tidak mengenal 4shared.com
(https://www.4shared.com/), merupakan
salah satu situs penyimpana dan berbagi file online yang menyediakan ruang
penyimpanan secara geratis hingga 4GB. Namun, belakangan ini 4shared.com sangan
marak menjadi perbincangan lantaran, untuk men-download file yang tersimpan
kita harus melakukan regristrasi ataupun login. Hal ini tak jarang membuat para
pengunduh sedikit kesal karena merasa direpotkan.
Namun jangan khawatir… sumua
pasti ada jalan keluarnya yang pintas! Berikut saya mau berbagi cara
mendownload file yang ada di 4shared.com dan (mungkin untuk beberapa
teman-teman ini bukan hal yang baru)tampa harus regristrasi ataupun login.
Cukup mudah dan tidak merepotkan, caranya:
Pertama tentukan file yang
ingin diambil. Anda bisa mencarinya(mencari link-nya) lewat google ataupun
kotak pencarian di 4shared.com. bersambung...
Begu(roh)
Dibata Simada Kuasa(Tuhan Yang Maha Kuasa) Sinepa Langit Ras Doni(Khalik
Smesta Alam) terbang melayang-layang mengarungi alam semesta yang baru saja
dijadikanNya. DilihatNya ada yang kurang dan itu tidaklah sempurna jikalau
tiada yang mendiami serta merawatnya, maka terpikirlah olehNya untuk
menciptakan mahluk yang akan mendiami karya ciptaanNya itu. DijadikanNya-lah suan-suanen(tumbuhan),
rubia-rubia(hewan), serta jelma(manusia), bahkan begu
(roh) untuk mendiami ciptaanya itu. bersambung...
Gregorius S. Meliala. Itulah namaku, keren-kan?
He-he-he. Aku seorang mahasiswa di salah satu universitas negeri di kota Medan,
hingga karena sesuatu hal aku harus angkat kaki dari kampus. Kepada kedua
orang tuaku, aku selalu beralasan kalau otakku tidak sanggup mengikuti setiap
mata kuliah di kampus. Itulah alasan yang selalu aku lontarkan jika mereka
bertanya mengapa aku sampai keluar dari kampus. Mereka tidak pernah percaya
dengan alasanku itu, akan tetapi sebagai orang tua yang baik, mereka
menyarankanku untuk mengambil kuliah di lain tempat, atau setidaknya mengikuti
pelatihan-pelatihan keterampilan untuk masa depanku nantinya. Cetus orang
tuaku. Aku selalu mengelak dengan mengatakan itu tidak perlu, namun
mereka dengan sabar terus memberikan dorongan kepadaku. Ya, itu wajar pikirku.
Sebagai orang tua tentunya mereka tidak ingin anaknya nantinya susah dalam
menjalani hidup. Hingga akhirnya aku bersedia mengikuti nasehat mereka dan
melanjutkan kuliahku di salah satu perguruan tinggi swasta yang masih berada di
sekitar kota Medan juga. bersambung...
Turi-turin
Anak Ginting Manik http://ceritakaro.blogspot.com/2011/07/turi-turi-anak-ginting-manik-mergana.html
I bas karaben wari paksa surutna
matawari, ngalo-ngalo rehna berngi, paksa si juma nari mulih ku rumah. Terbegi
me sora tangis teriluh arah jabu Ginting Manik Mergana, em kapken beru
Sembiring Kembaren anak singuda tangis teriluh erdire-dire natap-natap
perbulangenna Ginting Manik Mergana sienggo lawes nadingken ia.
Tading me beru Sembiring Kembaren e ras
Ginting Mergana si waluh bulan denga tubuh ku doni.
Tande warina, tangis ngandung la
erngadi-ngadi piah ‘nggo sampur iluh i mata natap anak Ginting Mergana
beberekel Kembaren si tading melumang. Tapi ibas paksa si e, anak kuta sini i
arak-arak guru mbelin Karo-karo Karosekali Mergana reh ngadap ku jabu Ginting
Mergana, mindo gelahna tinusur Ginting Mergana e i tangkuhken jadi Pengulu i
tengah-tengah rakyat sirulo kuta Simalem aminna langabo dem umurna. Tapi bagi
semalna, tinusur pengulu e secara turun-temurun mangku jabaten pengulu i bas
kuta e. bersambung...
“Unjuk (sebutan untuk beru/br atau wanita dari keluarga
Ginting) anakku” sambil menangis.
“Apa Nande(ibu)?” jawab Sri Malem Malem Br (br/beru = wanita; menungjukkan
(gen) perempuan) Ginting Munthe.
“Apa tidak ada lagi kata-kata bijak nande ras bapadu (bapak) anakku, yang mengena di hati yang dapat meluluhkan hatidu itu, anakku? Sekeras itukah hatindu, maka tidak kam (Anda, kamu, engkau) hiraukan lagi pinta nandedu ini dan bibidu? Oh, anakku buah baraku (jantung hatiku), kelengkengkel ateku (yang ku sayangi)!” sambil terseduh-seduh menghusap air matanya.
“Maafkan anak’du (du = mu; anakdu : anakmu) o, Nd (nande) br Tambarmalem!
(sebutan/sapaan lazin untuk Merga/beru Perangin-angin) Bukan maksudku untuk
nyimbak (melawan, menentang) katadu o, nande! Tetapi, cintaku kepada Sembiring
Mergana yang sudah terlalu dalam oh, nandeku!” sambil menangis meneteskan air
matanya dan memeluk ibunya. bersambung...
Di suatu
sing, di kuta Até Keleng, urung Simalem Jahé(hilir), kesebayaken(kerajaan,
negeri) Simalem, Taneh Karo; saat teriknya matahari dimana para petani yang
bekerja di kebun menyempatkan keadaan tersebut untuk beristirahat sejenak
menghilangkan letih dan penatnya setelah sejak pagi bekerja.
Adalah Bapa(bp=bapa,
bapak, ayah) Mayang yang merupakan seorang warga di kuta Ate Keleng tersebut
dan juga merupakan seorang anggota perpulungen(perkumpulan,
komunitas) Kristen di kuta(desa, koloni, kesatuan dari beberapa
kesain) itu tampak sedang asik ngerengget(bernyani ala
Karo(cengkok Karo), seperti seriosa ala Karo) di pantar-pantar(teras)
sapo-nya(gubuk, rumah, kediaman, tempat tinggal) dan sesekali
juga tampak meniup surdam-nya(sej. Alat musik tiup tradisional
Karo yang terbuat dari batang bambu). bersambung...
Mejuah-juah
Konon di sebuah desa terpencil di Tanah Karo Simalem, lahirlah seorang anak
yang dimana hari kelahirannya tersebut menurut penanggalan Karo pada hari nunda,
hari yang dipercaya merupakan hari kesialan yang dapat membawa petaka bagi
kedua orangtuan-nya, keluarga, bahkan sekitarnya.
Tidak berselang lama, hal itu benar-benar nyata terjadi. Sebagai permulaanya, sang ibu meninggal dunia empat hari setelah melahirkannya, dan pada saat dia berusia delapan hari, menyusul sang ayah yang pergi meninggalkannya untuk selamanya. Tinggal-lah kini bayi sebatang kara tanpa kedua orangtua-nya!
Tidak berselang lama, hal itu benar-benar nyata terjadi. Sebagai permulaanya, sang ibu meninggal dunia empat hari setelah melahirkannya, dan pada saat dia berusia delapan hari, menyusul sang ayah yang pergi meninggalkannya untuk selamanya. Tinggal-lah kini bayi sebatang kara tanpa kedua orangtua-nya!
No comments:
Post a Comment
Mejuah-juah!