Mejuah-juah.   Rudang Rakyat Sirulo Comunity    Mejuah-juah.
    <--> MEJUAH-JUAH <-->

    Thursday, May 17, 2012

    Rudang Rakyat Sirulo

               Pur-pur Sagé adalah metode atau cara perdamaian ala masyarakat Karo, sering juga dikatakan sebagai salah satu upacara adat Karo. Dikatakan upacara adat, karena segala rentetan aktifitas dalam prosesi pelaksanaan pur-pur sagé ini telah(diatur) secara adat-istiadat Karo, sehingga disebut upacara adat perdamaian.


                Pur-pur Sagé sendiri, perlu dilakukan apabila ada pihak yang bertikai atau berselisih paham, baik orang perorang dalam satu keluarga atau dengan lainnya, ataupun antar keluarga, kelompok(organisasi), kesain ataupun kuta(daerah), maupun negara(kenjurun/urung ataupun kesebayaken), yang dimana pertikaian itu telah berlangsung cukup lama dan mengganggu ketenangan baik fisik, pikiran, hati, maupun roh-roh leluhur dan belum ditemukan kata sepakat untuk berdamai. Sehingga, dalam satu pemikiran dianggap perlu dilakukan musyawarah perdamaian agar situasi ini dapat kembali membaik dan jika telah ada kata sepakat maka dilaksanakanlah pur-pur sagé sebagai suatu pertanda jalan damai telah ditemukan serta dikukuhkan dalam satu upacara adat yang sakral. bersambung



                   “Itu rumah Malem!” Ataupun, “Ini pensil Joni!”

                  Dari dua kalimat yang diapit tanda petik dua diatas, adalah merupakan kalimat pernyataan yang menunjukkan atau mengarah kepada ke-bendaan(“rumah” dan “pensil”) yang masing-masing dimiliki oleh “Malem” dan “Joni”. Maka, jika dikatakan “Ini(itu) tulisen(aksara) Karo!”  tentunya juga menunjukan benda yang  kepemilikan atau dimiliki oleh Karo(milik etnis Karo)!

                  Tulisen(aksara) Karo, merupakan salah satu tulisan(aksara) kuno yang ada di nusantara  Tulisen(aksara) karo, adalah kumpulan tanda-tanda atau karakter(simbol-simbol) utuk menyatakan sesuatu yang pemakaiannya dimengerti dan disepakati, yakni: oleh masyarakat penggunanya, yaitu: masyarakat Karo itu sendiri.  Tulisen Karo merupakan milik dari masyarakat(etnis) Karo atau dengan kata lain, tulisen yang tumbuh dan berkembang dimasyarakat(etnis) Karo serta tersebar luas, dipergunakan, dan diajarkan(awalnya dengan bahasa pengantar cakap Karo) di ruang lingkup Karo yang dulunya meliputi pesisir timur di Sumatera(Oostkust van Sumatera) bagian utara  dan dataran tinggi Karo yang terbentang luas diatas pegunungan Bukit Barisan. Lihat tabel Tulisen Karo berikut! bersambung...


    Jika ditinjau dari segi bahasa, senina disusun dari dua suku kata:  se dan nina. Dimana, se yang berarti : yang, sama, satu; dan nina: kata[-nya] ataupun pendapat[-nya]. Jadi, senina: yang [memiliki-] satu pendapat(sependapat, sepaham, seia sekata). Dalam buku “Adat Karo Sirulo”,  Malem Ukur Ginting mengemukakan bahwa, senina ialah “orang-orang yang satu merga namun lain cabang(sub-merga) dengan kita.”

    Dalam pengertian sehari-hari, senina mengandung artian: persaudaraan(kekerabatan) yang sama(secara gender), misalkan: laki-laki dengan laki-laki; ataupun perempuan dengan perempuan, karena, jika berbeda(perempuan dengan laki-laki) bukan senina, melainkan [er-]turang! Namun, yang lebih menjadi penekanan disini adalah, adanya suatu kesamaan atau kesepahaman. bersambung...



     Pada dasarnya, masyarakat tradisional Karo adalah masyarakat yang agraris. Agraris dalam artian, hampir segala aktifitasnya berkaitan dengan kehidupan alam dan pertanian (mata pencarian mayoritas masyarakat Karo adalah bertani), sehingga untuk mencapai kesejahtraannya dibutuhkan keuletan dalam mengelola tanah sebagai media dasar dalam kegiatan bertani.


             Dalam perjalanannya sebagai masyarakat  yang agraris, untuk memaksimalkan hasil dari pengolahan tanah (bertani) yang dilakukan, maka masyarakat Karo bukan hanya(telah) mampu menciptakan alat-alat pertanian(alat pertanian tradisional) untuk mengolah tanah, namun juga dalam hal pemberdayaan bibit unggul, pemilihan jenis tanaman, dan perawatan tanaman, tetapi juga telah mampu telah melakukan prediksi tanam (kapan saat menanam dan kapan saat menuai yang tepat/cocok) agar mencapai hasil yang maksimal. bersambung...


    Di sebuah tempat pusat pembuangan sampah kota di pinggiran kota, lahirlah seekor anak kucing yang sangat cantik dan munggil. Rupa yang cantik dan mungil membuatnya disukai oleh hewan-hewan ditempatnya. Namun, anugrah kecantikan yang diterima bukan membuatnya mensyukuri apa yang diberikan kepadanya, malah membuat si anak kucing itu menjadi angkuh dan sombong, bahkan rupa yang cantik membuat dia malu mengakui induknya yang memiliki rupa hitam dan tampak kumuh tidak seperti dirinya yang cantik dan berkilau. Tapi, walaupun demikian induknya tetap sayang dan melindunginya dengan penuh kasih dan ketulusan. bersambung...





     Tulisen(aksara) Karo merupakan salah satu aksara(tulisan) kuno yang ada di nusantara, yang tumbuh – berkembangnya, serta dipergunakan secara meluas di wilayah-wilayah Karo, yang meliputi daerah Pesisir Pantai Timur Pulau Sumatera di bagian Utara dan Tengah, serta dataran tinggi bukit barisan di utara pulau Sumatera(pegunungan Karo).


    Tulisen(aksara) Karo, diklasifikasikan dalam golongan abugida, yang dimana setiap bunyi dapat dilambangkan secara mutlak(akurat/pasti), yang terdiri dari indung surat(huruf induk/huruf utama yang jumlahnya 21 surat) merupakan pelambangan dari konsonan walau dalam pengejaanya selalu diikuti oleh bunyi “a”, kecuali pada dua indung surat, yakni: “i” dan “u”. Seperti halnya abugida lainnya, selain indung surat sebagai karakter huruf utama, dalam tulisen(aksara) Karo juga ada anak surat yang berfungsi sebagai diakritik. bersambung...

             Jika kita berbicara tentang Brahmana, mungkin langsung yang terpikir di benak kita adalah salah satu dari empat kasta dalam agama Hindu(Kasta disebut dengan Warna (Sanskerta: वर्ण; vara). Akar kata Warna yang berasal dari bahasa Sansekerta berarti "memilih (sebuah kelompok)". Dalam ajaran agama Hindu. Adapun empat kasta dalam ajaran agama Hindu: Sudra (budak), Waisya (pedagang), Kesatria(pemerntahan), dan Brahmana (rohaniawan)). Namun, yang ingin saya bahas kali ini bukanlah Brāhmana(golongan rohaniawan atau sering disebut Brahmin atau Sarma) yang ada dalam agama Hindu, melainkan Brahmana yang ada dalam salah satu dari sub-merga Sembiring dari Merga Silima(1. Karo-karo, 2. Ginting, 3. Tarigan, 4. Sembiring, dan 5. Peranginangin) dalam masyarakat Karo. bersambung...


    Siapa yang tidak mengenal 4shared.com (https://www.4shared.com/), merupakan salah satu situs penyimpana dan berbagi file online yang menyediakan ruang penyimpanan secara geratis hingga 4GB. Namun, belakangan ini 4shared.com sangan marak menjadi perbincangan lantaran, untuk men-download file yang tersimpan kita harus melakukan regristrasi ataupun login. Hal ini tak jarang membuat para pengunduh sedikit kesal karena merasa direpotkan.

    Namun jangan khawatir… sumua pasti ada jalan keluarnya yang pintas! Berikut saya mau berbagi cara mendownload file yang ada di 4shared.com dan (mungkin untuk beberapa teman-teman ini bukan hal yang baru)tampa harus regristrasi ataupun login. Cukup mudah dan tidak merepotkan, caranya:

    Pertama tentukan file yang ingin diambil. Anda bisa mencarinya(mencari link-nya) lewat google ataupun kotak pencarian di 4shared.com. bersambung...

             Begu(roh) Dibata Simada Kuasa(Tuhan Yang Maha Kuasa) Sinepa Langit Ras Doni(Khalik Smesta Alam) terbang melayang-layang mengarungi alam semesta yang baru saja dijadikanNya. DilihatNya ada yang kurang dan itu tidaklah sempurna jikalau tiada yang mendiami serta merawatnya, maka terpikirlah olehNya untuk menciptakan mahluk yang akan mendiami karya ciptaanNya itu. DijadikanNya-lah suan-suanen(tumbuhan), rubia-rubia(hewan), serta  jelma(manusia), bahkan begu (roh) untuk mendiami ciptaanya itu. bersambung...


             Gregorius S. Meliala. Itulah namaku, keren-kan? He-he-he. Aku seorang mahasiswa di salah satu universitas negeri di kota Medan, hingga karena sesuatu hal aku harus angkat kaki dari kampus.  Kepada kedua orang tuaku, aku selalu beralasan kalau otakku tidak sanggup mengikuti setiap mata kuliah di kampus. Itulah alasan yang selalu aku lontarkan jika mereka bertanya mengapa aku sampai keluar dari kampus. Mereka tidak pernah percaya dengan alasanku itu, akan tetapi sebagai orang tua yang baik, mereka menyarankanku untuk mengambil kuliah di lain tempat, atau setidaknya mengikuti pelatihan-pelatihan keterampilan untuk masa depanku nantinya. Cetus orang tuaku.  Aku selalu mengelak dengan mengatakan itu tidak perlu, namun mereka dengan sabar terus memberikan dorongan kepadaku. Ya, itu wajar pikirku. Sebagai orang tua tentunya mereka tidak ingin anaknya nantinya susah dalam menjalani hidup. Hingga akhirnya aku bersedia mengikuti nasehat mereka dan melanjutkan kuliahku di salah satu perguruan tinggi swasta yang masih berada di sekitar kota Medan juga. bersambung...


    I bas karaben wari paksa surutna matawari, ngalo-ngalo rehna berngi, paksa si juma nari mulih ku rumah. Terbegi me sora tangis teriluh arah jabu Ginting Manik Mergana, em kapken beru Sembiring Kembaren anak singuda tangis teriluh erdire-dire natap-natap perbulangenna Ginting Manik Mergana sienggo lawes nadingken ia. 

    Tading me beru Sembiring Kembaren e ras Ginting Mergana si waluh bulan denga tubuh ku doni.



    Tande warina, tangis ngandung la erngadi-ngadi piah ‘nggo sampur iluh i mata natap anak Ginting Mergana beberekel Kembaren si tading melumang. Tapi ibas paksa si e, anak kuta sini i arak-arak guru mbelin Karo-karo Karosekali Mergana reh ngadap ku jabu Ginting Mergana, mindo gelahna tinusur Ginting Mergana e i tangkuhken jadi Pengulu i tengah-tengah rakyat sirulo kuta Simalem aminna langabo dem umurna. Tapi bagi semalna, tinusur pengulu e secara turun-temurun mangku jabaten pengulu i bas kuta e. bersambung...


    “Unjuk (sebutan untuk beru/br  atau wanita dari keluarga Ginting) anakku” sambil menangis.



                “Apa Nande(ibu)?” jawab Sri Malem Malem Br (br/beru = wanita; menungjukkan (gen) perempuan) Ginting Munthe.

                “Apa tidak ada lagi kata-kata bijak nande ras bapadu (bapak) anakku, yang mengena di hati yang dapat meluluhkan hatidu itu, anakku? Sekeras itukah hatindu, maka tidak kam (Anda, kamu, engkau) hiraukan lagi pinta nandedu ini dan bibidu? Oh, anakku buah baraku (jantung hatiku), kelengkengkel ateku (yang ku sayangi)!” sambil terseduh-seduh menghusap air matanya.


                “Maafkan anak’du (du = mu; anakdu : anakmu) o, Nd (nande) br Tambarmalem! (sebutan/sapaan lazin untuk Merga/beru Perangin-angin) Bukan maksudku untuk nyimbak (melawan, menentang) katadu o, nande! Tetapi, cintaku kepada Sembiring Mergana yang sudah terlalu dalam oh, nandeku!” sambil menangis meneteskan air matanya dan memeluk ibunya. bersambung...


     Natal Sipemena(Natal Yang Pertama)        http://ceritakaro.blogspot.com/2011/10/natal-sipemenanatal-yang-pertama.html

              Di suatu sing, di kuta Até Keleng, urung Simalem Jahé(hilir), kesebayaken(kerajaan, negeri) Simalem, Taneh Karo; saat teriknya matahari dimana para petani yang bekerja di kebun menyempatkan keadaan tersebut untuk beristirahat sejenak menghilangkan letih dan penatnya setelah sejak pagi bekerja.

    Adalah Bapa(bp=bapa, bapak, ayah) Mayang yang merupakan seorang warga di kuta Ate Keleng tersebut dan juga merupakan seorang anggota perpulungen(perkumpulan, komunitas) Kristen di kuta(desa, koloni, kesatuan dari beberapa kesain) itu tampak sedang asik ngerengget(bernyani ala Karo(cengkok Karo), seperti seriosa ala Karo) di pantar-pantar(teras) sapo-nya(gubuk, rumah, kediaman, tempat tinggal) dan sesekali juga tampak meniup surdam-nya(sej. Alat musik tiup tradisional Karo yang terbuat dari batang bambu). bersambung...


    Mejuah-juah

           Konon di sebuah desa terpencil di Tanah Karo Simalem, lahirlah seorang anak yang dimana hari kelahirannya tersebut menurut penanggalan Karo pada hari nunda, hari yang dipercaya merupakan hari kesialan yang dapat membawa petaka bagi kedua orangtuan-nya, keluarga, bahkan sekitarnya.

              Tidak berselang lama, hal itu benar-benar nyata terjadi. Sebagai permulaanya, sang ibu meninggal dunia empat hari setelah melahirkannya, dan pada saat dia berusia delapan hari, menyusul sang ayah yang pergi meninggalkannya untuk selamanya. Tinggal-lah kini bayi sebatang kara tanpa kedua orangtua-nya!





    No comments:

    Post a Comment

    Mejuah-juah!